TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa kasus hoax Ratna Sarumpaet mengacu pada keterangan tiga saksi ahli untuk membuktikan mantan Timses Prabowo itu melakukan keonaran.
Baca: Ratna Sarumpaet Kapok Kritik Jokowi, Takut Dijewer
Dalam sidang sidang tanggapan jaksa atau replik, Jaksa Reza Murdani mengutip penjelasan dari Wahyu Wibowo yang menyebut keonaran merupakan keributan.
"Maksud dari keributan itu tidak hanya anarkis melainkan juga membuat gaduh atau membuat orang menjadi bertanya-tanya," kata Reza saat membacakan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 21 Juni 2019.
Dua saksi ahli lain adalah ahli hukum pidana, Mety Rahmawati Argo dan ahli sosiologi hukum, Trubus Rahardiansah. Trubus berpendapat terjadinya pro dan kontra yang ada di dunia maya bisa saja terjadi di dunia nyata. Penasehat hukum Ratna sebelumnya menilai Trubus tidak memenuhi kualifikasi sebagai ahli.
Sebelumnya pengacara Ratna, Insank Nasarudin, menilai cerita bohong kliennya tidak terbukti menimbulkan keonaran di tengah masyarakat. Dalam pembacaan nota pembelaan alias pledoi, Insank mengatakan bahwa keonaran yang dimaksud dalam Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tidak terjadi karena tidak ada pihak yang mengalami kerugian akibat berita bohong pemukulan terdakwa.
Insank merujuk pada keterangan ahli Mudzakir yang menjelaskan keonaran adalah kekacauan yang tidak bisa dikendalikan lagi hingga harus ditertibkan aparat keamanan. Ia mencontohkan kerusuhan 1998 salah satu bentuk dari keonaran.
Insank menilai jika jaksa penutut umum terkesan memaksakan unsur keonaran dari pasal yang yang dimaksud. Bentuk keonaran yang dimaksud jaksa adalah demo oleh Laskar Muda Nusantara di depan Polda Metro Jaya, orasi sejumlah tokoh di Menteng, hingga pro kontra di sosial media adalah keliru.
Insank mengatakan aksi demo yang diikuti sekitar 20 orang tersebut bukan keonaran. Sebab, hal tersebut merupakan bagian dari menyampaikan pendapat yang dilindungi Undang-undang. Termasuk, kata dia, orasi yang disampaikan oleh sejumlah tokoh di kawasan Menteng pada Oktober 2018.
Baca: Tak Peduli Lagi, Begini Ratna Sarumpaet Tanggapi Sengketa Pilpres
Ratna Sarumpaet dituntut penjara 6 tahun karena dianggap menyebarkan hoax sehingga menimbulkan keonaran. Ratna dianggap terbukti melanggar Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal 14 itu mengatur siapapun menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja memunculkan keonaran di masyarakat dihukum maksimal 10 tahun penjara.