TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan akan mengecek laporan mengenai dana bantuan sosial atau bansos yang masuk ke KPK.
Meski demikian, Riza menganggap wajar jika DKI Jakarta menempati tempat tertinggi dalam laporan mengenai pelaksanaan bansos ini. Sebabnya, jumlah penerima bansos yang besar.
"Wajar kalau DKI tertinggi ya, tapi bansos kan ada dua, satu dari pemerintah pusat, satunya dari Pemprov. Nanti dicek, yang dilaporkan itu yang mana," kata Riza saat dihubungi wartawan di Jakarta, Senin, 9 November 2020.
Jika benar, kata Riza, perlu dicek lagi apakah semua laporan tersebut benar. Karena mungkin ada juga laporan yang salah.
"Mungkin hanya miskomunikasi, ada yang perlu diklarifikasi dan sebagainya," kata dia.
Pada prinsipnya, kata Riza, seluruh pengadaan yang dilakukan Pemprov DKI dan juga Pemerintah Pusat selalu mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada dan disalurkan pada yang membutuhkan per nama dan per alamat sesuai kriteria.
"Menentukan kriterianya adalah diskusi dan dialog yang panjang untuk menentukan siapa yang berhak. Sudah sejak awal diskusi kami buat, pendataan juga sudah sejak awal kami buat. kami data, data lama dan data baru kami padukan, kami cek kembali, kami pastikan lagi data penerima itu yang berhak sehingga tidak ada laporan," ujarnya.
Riza mengaku pihaknya tidak mendapatkan laporan terkait data orang yang tidak berhak menerima bansos.
"Dari data itu kita bersyukur tidak ada laporan yang tidak tepat sasaran. Bansos yang diberikan sesuai kriteria dan syarat-syarat dan tepat sasaran pada yang dituju," kata Ketua DPD Gerindra DKI itu.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menerima laporan masyarakat terkait masalah penyaluran bansos di daerah. Ribuan laporan masuk melalui aplikasi Jaga Bansos yang dikelola KPK.
"Jaga Bansos telah menerima 1.550 keluhan terkait penyaluran bansos hingga 23 Oktober 2020," kata staf KPK bidang pencegahan, Erlangga Dwi Saputro, dalam diskusi secara daring, Jumat pekan lalu.
Erlangga memaparkan 504 dari 1.550 keluhan yang masuk telah diteruskan ke pemerintah daerah setempat. Mayoritas warga yang mengakses aplikasi merupakan warga di kota besar dengan akses internet yang baik.
Dia membeberkan tiga laporan yang paling banyak ke pemerintah provinsi (Pemprov), yakni DKI Jakarta dengan 69 laporan, Jawa Barat dengan 33 laporan, dan Jawa Timur dengan 12 laporan.
Kemudian, tiga keluhan terbanyak ke kabupaten/kota yakni Kota Surabaya dengan 73 laporan, Kabupaten Bogor dengan 47 laporan. Kabupaten Tangerang dengan 41 keluhan masyarakat terkait penyaluran bansos.
"Kalau di kluster keluhan rata-rata, paling banyak mengaku tidak menerima bantuan padahal sudah mendaftar. Jumlahnya sebanyak 692 keluhan," kata Erlangga.
Selain itu, warga mengeluh jumlah bantuan yang diterima tidak sesuai, bantuan tidak dibagikan oleh aparat, bantuan berkualitas buruk. Kemudian, mendapat bantuan lebih dari satu, penerima bantuan fiktif, serta penerima yang tak seharusnya menerima bantuan.