TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK memvonis Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terbukti melanggar kode etik. Dalam putusan yang dibacakan pada Jumat, 6 September 2024, Dewas KPK menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji sebesar 20 persen selama enam bulan.
Dewas KPK menilai Ghufron menggunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK dalam membantu mutasi aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Pertanian ke Malang, Jawa Timur.
“Mengadili, menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur Pasal 4 ayat 2 huruf B Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat membacakan amar putusan.
Putusan Dewas KPK itu mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, dari pegiat antikorupsi hingga mantan penyidik komisi antirasuah itu.
1. Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha: Nurul Ghufron Seharusnya Didiskualifikasi dari Seleksi Capim KPK
Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha mengatakan dasar putusan etik Dewas KPK ini bisa menjadi bukti tidak terbantahkan untuk mendiskualifikasi Nurul Ghufron dalam proses seleksi Calon Pimpinan atau Capim KPK.
“Putusan etik ini mengungkap fakta-fakta penting termasuk tindakan Nurul Ghufron yang menghubungi pejabat Kementan pada saat KPK menangani kasus SYL,” kata Praswad dalam keterangan tertulis pada Jumat, 6 September 2024.
Menurut dia, putusan etik yang menyatakan Nurul Ghufron telah melanggar kode etik ini harus menjadi dasar bagi Pansel Capim KPK untuk mendiskualifikasi Nurul Ghufron. “Apabila Pansel tidak menggugurkan Nurul Ghufron, maka percuma saja dilakukan serangkaian seleksi untuk menghimpun berbagai informasi mengenai calon pimpinan,” tuturnya.
Praswad menyebutkan tindakan mempertahankan Nurul Ghufron akan membangun skema bahwa benar proses seleksi dilakukan hanya untuk formalitas belaka. Sosok Capim KPK yang melanggar etik, bahkan saat dia sedang menjabat sebagai Pimpinan KPK, bisa menghasilkan berbagai potensi keputusan dan tindakan yang melanggar etik lainnya.
2. Eks Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap: Putusan Dewas KPK Terlalu Ringan
Eks penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap mengaku terkejut dengan putusan Dewas KPK yang memberi sanksi sedang kepada Nurul Ghufron.
“Putusan tersebut terlalu ringan dan tidak akan menimbulkan efek jera bagi pimpinan dan pegawai KPK lainnya untuk melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh NG,” kata Yudi dalam keterangan tertulis pada Jumat, 6 September 2024.