Rudenim Pusat Tanjungpinang ini berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Imigrasi. Rudenim menjalankan fungsi keimigrasian sebagai tempat penampungan sementara bagi orang asing yang melanggar Undang-Undang Imigrasi.
Dasar hukum pendirian Rudenim itu berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No.M.05.IL.02.01 tahun 2006 Tentang Rumah Detensi Imigrasi dan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor F-1002.PR.02.10 Tahun 2006 tentang tata cara pendetensian orang asing.
Saat ini di Indonesia telah ada 13 rudenim yang tersebar di berbagai kota, yakni Tanjungpinang, Jakarta, Medan, Pekanbaru, Semarang, Surabaya, Pontianak, Balikpapan, Manado, Denpasar, Kupang, Makassar, dan Jayapura.
"Tanjungpinang ini Rudenim Pusat, orang asing yang melanggar, jika setelah 30 hari tak berhasil dideportasi oleh kantor imigrasi, maka dikirim ke sini," kata Agung.
Tidak ada batasan waktu para WNA pelanggar undang-undang itu bisa mendekam di Rudenim. Apabila syarat sudah terpenuhi untuk bisa pulang maka itu menjadi hari terakhir WNA tersebut berada di Indonesia.
"Persyaratannya biaya kembali ke negaranya ditanggung deteni," kata Kasi Pemulangan dan Deportasi Rudenim Pusat Tanjungpinang, Kristian.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 63 ayat (3) UU No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, biaya yang timbul akibat tindakan administratif berupa deportasi, akan dibebankan kepada penjamin WNA.
Kristian mengatakan, hal itulah yang kemudian menjadi tantangan bagi Rudenim untuk bisa memulangkan para deteni ke negara asal. Ditambah lagi ada pula WNA yang datang ke Indonesia karena lari dari negaranya sebab konflik.
"Ada satu deteni di sini berasal dari Iran, sudah 8 tahun mendekam karena tak mau pulang," kata Kristian.
Kristian mengatakan, deteni dari Iran itu kabur dari negaranya dan hendak menjadi pengungsi, namun ditolak oleh IOM (Organisasi Internasional untuk Mograsi) sehingga statusnya sebagai deteni.
"Ketika hendak kami pulangkan, dia menolak karena khawatir nyawanya, tapi dia bukan pengungsi, disebutnya final reject," kata Kristian.