Indonesia merupakan negara yang strategis, karena berbatasan dengan Australia. Tujuan pencari suaka datang ke Indonesia bukan ingin tinggal, melainkan sebatas transit untuk sampai ke Pulau Natal, Australia, salah satu negara yang meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol New York 1967 tentang Status Pengungsi.
Tapi, pemerintah Indonesia tidak dapat memulangkan atau mengusir para pemcari suaka karena menganut asas Non-Refoulement, yakni larangan bagi suatu negara untuk memulangkan paksa pengungsi berdasarkan Pasal 33 Konvensi 1951.
"Ini yang kemudian jadi kendala kami, jika deteninya tak mau pulang, kami tidak bisa memaksa," kata Kristian.
Namun begitu, kata Kristian, Rudenim tetap berupaya memulangkan para deteni ke negara asalnya. "Kami aktif untuk membrikan asistensi ke setiap deteni dalam hal pemulangannya," kata Kristian.
Hak Deteni tak dicabut selama mendekam
Meski kondisi rudenim tak ubahnya sebuah penjara, namun para deteni tidak dicabut haknya seperti seorang narapidana. Para deteni tetap diperbolehkan berinteraksi dengan dunia luar. Penahanan badan hanya untuk mengantisipasi perilaku tidak diinginkan oleh para deteni.
"(Bedanya dengan Lapas) para deteni disini tidak dicabut haknya (seperti narapidana), mereka boleh pegang handphone untuk berkomunikasi dengan keluarganya," kata Kasi Keamanan Rudenim Pusat Tanjungpinang, Sony Septiadi.
Deteni juga diberikan hak perawatan apabila menderita sakit saat mendekam hingga bisa sembuh.
Pilihan Editor: Sekjen DPR Indra Iskandar Gugat Praperadilan KPK atas Penetapan Tersangka Dugaan Korupsi Rumah Dinas