TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) buka suara ihwal dugaan pungutan honor penanganan perkara (HPP) hakim agung tahun anggaran 2022-2024. Jumlah pungutan ini diduga mencapai Rp 97 miliar. "Saya pastikan informasi tersebut tidak benar," kata juru bicara MA, Suharto, kepada Tempo pada Senin, 12 Agustus 2024.
Ia menjelaskan hanya hakim agung yang mendapatkan honor untuk perkara yang diselesaikan dalam kurun waktu 90 hari. "Padahal dalam proses bisnis perkara di Mahkamah Agung, perkara itu kan enggak datang dari langit langsung di mejanya hakim," ujarnya.
Suharto menuturkan ada sekitar sembilan proses untuk menyelesaikan sebuah perkara di MA. Menurut dia, ini tentu tak hanya melibatkan hakim agung, tapi juga staf-staf lainnya. "Mempertimbangkan hal tersebut, pimpinan Mahkamah Agung bersama seluruh hakim agung menyepakati bahwa sebagian HPP akan didistribusikan kepada unsur pendukung."
Ia menuturkan hakim agung akan memperoleh 60 persen dari honorarium tersebut. Sedangkan 40 persen dibagikan kepada supporting unit atau tim pendukung.
Secara lebih rinci, perolehan honorarium supporting unit terdiri atas 7 persen untuk supervisor, 29 persen bagi tim pendukung teknis yudisial, dan 4 persen kepada tim pendukung administrasi yudisial. Besaran persentase itu disepakati dalam rapat pimpinan, serta telah dituangkan dalam Keputusan Panitera Mahkamah Agung Nomor 2349/PAN/HK.00/XII/2023 tentang Penetapan Satuan Besaran Honorarium Penanganan Perkara pada Mahkamah Agung RI.
"Jadi tidak ada yang jadi kaya, karena memang hakimnya bersedia membuat pernyataan dipotong 40 persen," ucap Wakil Ketua MA Bidang Non-yudisial ini.
Suharto menyebut para hakim agung telah menandatangani surat pernyataan bermeterai atas kesepakatan honorarium. Penandatanganan ini juga diketahui oleh Ketua Kamar masing-masing.
Berdasarkan salinan dokumen yang diterima Tempo, hakim agung menandatangani dua surat. Pertama, surat pernyataan bersedia memberikan 40 persen HPP kepada tim pendukung penyelesaian perkara kasasi dan peninjauan kembali di MA. Kedua, surat kuasa kepada Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk melakukan autodebet sebesar 40 persen dari honorarium tersebut.
Suharto menjelaskan mekanisme pembayaran HPP tersebut. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) nantinya membayar HPP ke rekening hakim agung. BSI lalu melakukan autodebet sebesar 40 persen yang kemudian ditempatkan ke giro penampung. "Selanjutnya akan didistribusikan kepada supervisor, tim pendukung teknis dan manajemen."
Seorang sumber Tempo di lingkungan MA menilai pemberian sebagian honorarium bagi supporting unit merupakan hal yang wajar. Sebab, tim pendukung harus bekerja ekstra keras membantu menyelesaikan ratusan perkara setiap bulan. Apalagi perkara yang normalnya diselesaikan delapan bulan, harus dirampungkan dalam kurun waktu tiga bulan atau 90 hari.
Sumber ini memperkirakan, seorang hakim agung masih bisa meraup honorarium penyelesaian perkara sekitar Rp 100 juta per bulan setelah dipotong 40 persen. Uang itu tentu di luar gaji dan tunjangan hakim agung.
Ia menengarai kasus dugaan pungutan honorarium ini merupakan black campaign atau kampanye hitam untuk menjatuhkan Sunarto, Wakil Ketua MA Bidang Yustisial menjelang suksesi Ketua MA. Apalagi pemilihan Ketua Mahkamah Agung akan berlangsung sekitar dua bulan lagi.
Di sisi lain, Suharto menyebut Ketua MA Syarifuddin akan purnatugas pada Oktober 2024 karena usianya sudah mencapai 70 tahun. "Takutnya momentum ini digunakan untuk mendiskreditkan pimpinan-pimpinan lain yang kemudian akan maju ke election (pemilihan) KMA (Ketua Mahkamah Agung)," ujarnya.
Sumber Tempo lain menduga ada korupsi penyalahgunaan dana honorarium penanganan perkara di MA pada 2022-2024. Ia menuding tindakan ini dilakukan oleh Sunarto dkk dan merugikan keuangan negara sekitar Rp 97 miliar atau Rp 97.020.757.125.
Angka itu berdasarkan perhitungan HPP yang tertera dalam Nota Dinas Kepaniteraan MA nomor 1808/PAN/HK.00/9/2023. Menurut persentase perhitungan terhadap perkara yang diselesaikan, kata sumber ini, diperoleh hasil alokasi sebesar 74,05 persen.
"Sedangkan sisanya 25,95 persen dari alokasi tidak jelas dialokasikan kepada siapa atau dianggarkan kemana," ujar sumber yang enggan disebutkan namanya ini. "Sehingga patut diduga disalahgunakan oleh pimpinan MA untuk kepentingan pribadi."
Pilihan Editor: Komnas HAM Rampungkan Pemantauan Lapangan Kasus Penembakan Terduga 3 Anggota OPM di Puncak Jaya