TEMPO.CO, Gili - Inspeksi mendadak Satuan Tugas Pencegahan dan Penindakan Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapati sejumlah dugaan korupsi dalam pengeboran dan pengelolaan air bersih di pulau tiga Gili, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
KPK mendatangi Pulau Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air alias Gili Tramena pada Sabtu—Ahad, 17–18 Agustus 2024. Tim dipimpin oleh Kepala Satuan Tugas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria
Masalah yang KPK temukan di antaranya soal pengeboran dan pengelolaan air bersih di wilayah konservasi laut di Gili Tramena oleh PT Tiara Cipta Nirwana (TCN) yang bekerja sama dengan Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PDAM) Amerta Dayan Gunung.
Pada Sabtu sekitar pukul 11.20 WITA, tim KPK berdiskusi dengan masyarakat Gili Meno. Para warga ini mengeluhkan soal krisis air yang telah berdampak selama kurang lebih 4 bulan. Usai berbincang selama 2 jam, tim KPK mendatangi lokasi galian sumur bor milik PT Tiara Cipta Nirwana di Gili Meno yang disebut-sebut belum mengantongi izin. “Kalau Pemda bilang izinnya sedang diurus buat Portable Reverse Osmosis, tapi di lapangan sudah ada kegiatan. Berarti sama dengan kegiatan tanpa izin,” kata Dian.
Keesokan harinya, tim KPK mendatangi lokasi pengeboran pipa bawah laut milik PT TCN di bagian utara Gili Trawangan. Proyek ini sebelumnya sudah disegel oleh Tim Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dalam plang berwarna merah itu, tertulis ‘Paksaan pemerintah, penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang laut PT. Tiara Cipta Nirwana’. Penyegelan ini merupakan sanksi administratif karena PT TCN belum mengantongi izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Namun, dalam pendampingan KPK pada Ahad, 18 Agustus 2024, ada indikasi bahwa PT TCN tetap menjalankan operasinya di lokasi tersebut. “Di Trawangan, diduga di lokasi yang udah disegel pun mereka tetap bekerja. Jadi ada pelanggaran di atas pelanggaran,” kata dia.
PT TCN juga diduga memiliki beking aparat karena ada intimidasi terhadap para pegiat lingkungan yang menolak proyek mereka. “Jangan sampai masyarakat yang ingin menjaga keberlanjutan atau sustainable tourism, hanya gara-gara eksploitasi yang tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung itu mengakibatkan merusakan kerusakan alam,” kata Dian.
Selain itu, kata Dian, pemerintah harus memperhatikan harga jual air ke masyarakat dengan posisi Lombok Utara surplus air. “Kenapa pipanya hanya berhenti di Gili Air, padahal surplus? dulu informasinya pipa akan sampai Terawangan. (Penyedia air) yang ada pun merusak atau melanggar,” tuturnya.
Sebelumnya, krisis air bersih melanda Gili Meno dan Trawangan. Pasokan air bersih ini diputus karena PT TCN tidak memiliki izin pengeboran pipa bawah laut. Aktivitas ini juga dilaporkan telah menimbulkan kerusakan lingkungan berupa rusaknya terumbu karang seluas 2.360 meter persegi pada Juli 2024.
Kerusakan ini terjadi akibat material lumpur atau pencemaran limbah oleh PT TCN. Diketahui, kasus ini sedang bergulir di Kepolisian Daerah atau Polda NTB.
Hingga berita ini ditulis, PT TCN belum memberikan tanggapan. Ketika dihubungi pada Senin, 19 Agustus 2024. Direktur Utama PT TCN, I Made Gede Putrayasa mengatakan pihaknya akan memberikan penjelasan. Namun, hingga saat ini belum ada respons dari pihak perusahaan pengelola air itu.
Pilihan Editor: Populer Hukum: Jokowi Digugat soal Paskibraka Lepas Jilbab, Kekayaan Menkumham Baru