TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar (Kombes) Polisi Ade Ary Syam Indradi meminta masyarakat yang merasa dirugikan akibat pencatutan kartu tanda penduduk (KTP) untuk mendukung pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana melaporkannya ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Kami sarankan masyarakat untuk membuat laporan ke Bawaslu sesuai asas hukum yang berlaku," ujar Ade Ary di Polda Metro Jaya, Jakarta, pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Ade menyebut, pelaporan kasus NIK KTP dicatut itu merupakan hak warga negara.
Di menjelaskan, sesuai aturan yang berlaku dalam Pemilihan Kepala Daerah, polisi tidak bisa menindak pelaporan dugaan pencatutan KTP tersebut, tanpa rekomendasi dari Bawaslu. Karena itu, masyarakat harus mengajukan ke Bawaslu dulu untuk diselidiki lebih lanjut sesuai mekanisme yang ada. Bila ditemukan adanya unsur pidana, kasus tersebut baru akan diteruskan ke kepolisian untuk ditindaklanjuti.
"Dalam tindak pidana pemilihan, maka Polri adalah lembaga yang menerima penerusan laporan dari Bawaslu," tutur Ade Ary.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menghentikan pengusutan laporan pencatutan NIK KTP warga Jakarta untuk mendukung pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana di Pilkada Jakarta 2024. Kasus ini dilaporkan warga Gambir, Jakarta Pusat bernama Samson.
Penghentian penerimaan laporan pencatutan KTP ini dikonfirmasi oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya Komisaris Besar (Kombes) Ade Safri Simanjuntak. "Betul, dan akan disampaikan kepada pelapor untuk melaporkan ke Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum)," ujarnya lewat keterangan tertulis pada Senin, 19 Agustus 2024.
Ia menjelaskan pelapor datang ke Polda Metro Jaya untuk membuat laporan dugaan tindak pidana perlindungan pribadi sebagaimana Pasal 67 Undang-undang atau UU Nomor 27 Tahun 2022. Sedangkan tindak pidana pemilihan diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Sehingga berlaku asas hukum lex consumen derogat legi consumte. Artinya perbuatan yang memenuhi unsur delik pada beberapa ketentuan hukum pidana khusus, digunakan hukum pidana khusus yang faktanya lebih dominan.
"Terhadap ketentuan penanganan tindak pidana pemilihan, maka satu-satunya lembaga yang berwenang menerima laporan adalah Badan Pengawas Pemilu, sedangkan Polri adalah lembaga yang menerima penerusan laporan dari Badan Pengawas Pemilu," kata Ade Safri.
Amelia Rahima berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Ibu Korban Penganiayaan di Daycare Wensen School Depok Bawa Bukti Tambahan ke Kejari