TEMPO.CO, Jakarta - Dua jurnalis Tempo yang meliput aksi Kawal Putusan MK di Kompleks Parlemen, Senayan, menjadi korban tindakan represif yang dilakukan aparat. Dua jurnalis tersebut, Y dan H, keduanya berusia 24 tahun, sempat dilarikan ke Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo untuk mendapatkan pertolongan.
Kekerasan terhadap jurnalis ini terjadi ketika unjuk rasa mulai ricuh saat massa berhasil menjebol pagar dekat gerbang utama Gedung DPR-MPR dan pintu belakang. Polisi mencoba menahan massa dengan menangkap sejumlah orang yang menerobos masuk dan menembakkan gas air mata.
Redaktur Tempo, Linda Trianita, mengatakan, Y menghubungi redaktur lewat grup WhatsApp sekitar pukul 17.00 WIB dan mengabarkan jika ia terkena tembakan gas air mata. Y juga terinjak massa yang berhamburan menyelamatkan diri.
Y mencoba mengevakuasi dirinya dengan naik ke atas Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di depan Gedung DPR MPR. Namun, saat berada di atas JPO ada gas air mata yang diduga nyasar dan mengarah ke atas jembatan. "Y mengalami sesak nafas, enggak bisa jalan, sesak. Untungnya ada yang menolong menggendong," ujar Linda, Kamis, 22 Agustus 2024.
Massa yang melihat kondisi Y membantunya dengan memberikan oksigen portable sebelum ia dibawa ke rumah sakit. Di RSAL Dr. Mintohardjo, Y dirawat dan baru diizinkan pulang sekitar pukul 22.00 WIB.
Sementara H, dipukul dan ditendang aparat karena merekam momen-momen salah satu peserta aksi Kawal Putusan MK yang terkapar sedang dianiaya petugas. Saat itu H berada di dekat pagar sisi kanan gerbang utama Gedung DPR RI yang dijebol massa sekitar pukul 17.00 WIB.
Penganiayaan terhadap H juga dilihat langsung jurnalis Kompas berinisial W. W, yang juga meliput kericuhan di belakang pagar, melihat H tiba-tiba dikeliling aparat. W melihat langsung detik-detik pemukulan terhadap H. “Saya lihat H ditendang pas H dibawa ke pos,” kata W kepada Tempo.
H lalu pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi kesehatannya setelah mendapat pukulan di kepala. Menurut dokter yang menangani, ia mengalami trauma ringan. "Butuh observasi dua hari ke depan," katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengatakan akan mengecek informasi soal tindakan represif aparat kepolisian. “Saya cek,” katanya.
Aksi Kawal Putusan MK berlangsung di depan Gedung DPR MPR dan Gedung Mahkamah Konstitusi. Aksi ini diikuti oleh buruh, aktivis, mahasiswa, akademikus, hingga selebritas.
Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dari 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik, atau 20 persen kursi DPRD, menjadi hanya 6,5-10 persen suara sesuai dengan jumlah penduduk.
MK juga menyatakan batas usia minimal calon gubernur adalah 30 tahun dan calon bupati atau wali kota 25 tahun saat ditetapkan oleh KPU.
Namun, sehari setelah MK mengeluarkan putusan, Badan Legislatif DPR RI merevisi UU Pilkada dan menafsirkan ambang batas hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD. DPR juga menyatakan batas usia minimal calon kepala daerah dihitung saat dilantik. Hal ini memicu kemarahan publik.
Pilihan Editor: Polda Metro Jaya Bantah Ada Penangkapan, Faktanya Ada 27 Demonstran yang Ditahan