TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, kebutuhan calon hakim agung, terutama di kamar Tata Usaha Negara (TUN) khusus pajak, sangat mendesak. Sebab jumlah perkara yang masuk cukup banyak, sementara saat ini anya ada satu hakim agung Kamar TUN di Mahkamah Agung (MA) yang memiliki spesifikasi keahlian di bidang pajak. Karena itu jika calon hakim agung yang diusulkan KY tidak segera ditetapkan, berpotensi mengganggu jalannya negara.
"Itu bisa dibayangkan kalau macet, kalau [perkara] tidak diputus, berarti tidak ada yang kalah, tidak ada yang menang,” ucap Mukti saat ditemui usai konferensi pers di Kantor KY RI, Jakarta, Jumat, 6 September 2024. “Nanti pemerintah tidak dapat pembayaran pajak, kalau semua yang disengketakan berhenti di sengketa. Akan mengganggu jalannya negara ini."
Oleh karena itu, KY berharap proses tahap lanjut seleksi calon hakim agung di DPR dapat berjalan dengan baik.
Pada 12 Juli 2024, KY mengumumkan sembilan nama yang lolos seleksi calon hakim agung dan tiga nama calon hakim ad hoc HAM. Kemudian nama-nama tersebut diserahkan ke DPR untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Namun, Komisi III DPR, pada 28 Agustus 2024, sepakat menolak 12 nama yang direkomendasikan KY. Fraksi-fraksi di parlemen menyatakan ada kesalahan mekanisme seleksi karena KY meloloskan calon yang tidak memenuhi syarat.
Menindaklanjuti hal tersebut, KY mengirim surat keterangan tambahan ke Komisi III DPR. Surat yang ditandatangani Ketua KY Amzulian Rifai pada 4 September 2024, itu menjelaskan alasan di balik diskresi yang dilakukan dalam seleksi calon hakim agung.
Dijelaskan Mukti, KY melakukan diskresi karena mengingat urgensi kebutuhan hakim agung di MA. KY juga telah melakukan seleksi sesuai peraturan perundang-undangan maupun putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait.
Di sisi lain, Juru Bicara KY itu juga menyoroti bahwa calon hakim agung yang tidak memenuhi syarat hanya ada dua, yakni calon hakim agung Kamar TUN Khusus Pajak yang belum berpengalaman 20 tahun menjadi hakim. Namun, DPR justru tidak menyetujui seluruh usulan KY.
"Baru kali ini kami ditolak semuanya. Biasanya tetap diproses. Bahwa nanti ada sekian yang lulus, ada yang tidak lulus, itu monggo (silakan, red.), itu kewenangan DPR. Nah, ini kami ‘kan ditolak semuanya. Jadi, kami perlu menjelaskan kepada publik," ucapnya.
Terpisah, Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah mengatakan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan DPR agar keterangan tambahan yang disampaikan dalam surat klarifikasi tersebut dapat dipertimbangkan.
"Kita ketahui bahwa waktu seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di KY ini telah memakan waktu cukup lama, enam bulan, dan biaya yang dikeluarkan untuk seleksi ini tidak sedikit," tutur Siti dalam konferensi pers.