TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) merespons penolakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap seluruh calon hakim agung dalam sidang paripurna pada Selasa kemarin, 10 September 2024. Sembilan calon hakim agung itu diusulkan oleh Komisi Yudisial (KY).
Juru Bicara MA, Suharto, mengatakan beban jumlah perkara yang mencapai lebih dari 21 ribu per tahun masih bisa diselesaikan dengan baik oleh hakim agung yang ada saat ini. "Cuma kalau ada tambahan hakim agung baru, dapat meringankan beban penyelesaian perkara," ujarnya kepada Tempo, Rabu, 11 September 2024.
Sebab, ada dua sampai empat hakim agung yang purnabakti setiap tahun. Mereka pensiun karena genap berusia 70 tahun.
Suharto menyebut penambahan hakim agung itu sejatinya hanya untuk mengganti hakim agung yang purnabakti. "Jadi tidak dimaksudkan untuk menambah," tuturnya.
Namun dia enggan menjawab secara gamblang apakah macetnya seleksi calon hakim agung ini akan mempengaruhi penanganan perkara di Mahkamah Agung. Kendati demikian, ia menjelaskan saat ini jumlah hakim agung termasuk pimpinan MA berjumlah 47 orang.
Pada akhir bulan ini, akan ada satu hakim agung yang pensiun. Pada akhir Oktober 2024, satu hakim agung lagi menyusul. "Jadi, awal November tinggal 45 orang," kata Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial itu.
Menurut Suharto, meski jumlah hakim agung hanya tersisa 45 orang, mereka akan tetap berupaya seoptimal mungkin menangani perkara yang masuk ke MA. "Karena salah satu tugas pokok dan fungsinya memang menerima, memeriksa, memutus perkara, serta menyelesaikan, ya harus diselesaikan semua perkara yang masuk."
Sedangkan Komisi Yudisial belum bersedia menanggapi ihwal penolakan calon hakim agung oleh DPR. "Nanti kami update setelah pertemuan pimpinan KY," kata Juru Bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, pada Tempo, Rabu.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI Ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 menyepakati laporan Komisi III DPR untuk tidak menyetujui usulan KY mengenai 12 calon hakim agung dan hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) 2024 pada Mahkamah Agung.
“Apakah laporan Komisi III DPR RI yang memutuskan tidak menyetujui seluruh calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM pada Mahkamah Agung tahun 2024 tersebut dapat disetujui untuk ditetapkan? Setuju,” kata Ketua DPR, Puan Maharani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 10 September 2024, dikutip dari Antara.
Sebelum rapat paripurna menyepakati hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh menjelaskan kronologi pengambilan keputusan di komisinya. Ia menyebut pihaknya menemukan dua calon hakim agung terbukti tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA).
Adapun syarat yang tidak terpenuhi adalah berpengalaman paling sedikit 20 tahun. Ia menuturkan dua orang tersebut adalah calon hakim agung pada kamar tata usaha negara khusus pajak Hari Sih Advianto yang baru menjadi hakim sejak 2016, dan Tri Hidayat Wahyudi sejak 2010.
“Menyikapi hal tersebut, selanjutnya Komisi III melakukan rapat internal pada 28 Agustus 2024. Dan berdasarkan pendapat serta pandangan sembilan fraksi di Komisi III DPR RI menyepakati untuk tidak menyetujui seluruh calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM pada Mahkamah Agung tahun 2024 yang diajukan Komisi Yudisial," ujar Pangeran.
Pilihan Editor: Semua Mantan Pegawai KPK yang Gabung IM57+ Gugur di Seleksi Capim KPK