TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) mengirim surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Jumat, 6 September 2024 atas penolakan seluruh calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM di tahap fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan.
Surat tersebutmenyatakan bahwa proses seleksi calon hakim agung telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh perundang-undangan "dan juga putusan MK," kata Juru Bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam konferensi pers di kawasan Senen, Jakarta Pusat pada Jumat, 6 September 2024.
Ia menuturkan surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Komisi Yudisial, Amzulian Rifai, pada Rabu, 4 September 2024. Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua KY, Siti Nurdjanah, dalam kesempatan yang sama.
"KY telah mengirimkan surat kepada DPR untuk menyampaikan klarifikasi atas kekeliruan persepsi bahwa terdapat pelanggaran aturan dalam seleksi calon hakim agung," ujar Siti.
Siti menyebut langkah ini diambil untuk membangun kembali komunikasi dengan DPR. Selain itu, langkah ini juga untuk meluruskan kesalahan persepsi bahwa seleksi calon hakim agung melanggar undang-undang karena dua calon hakim agung dari kamar tata usaha negara (TUN) khusus pajak tidak memenuhi syarat administrasi berpengalaman menjadi hakim selama 20 tahun. Padahal, belum ada hakim di pengadilan pajak yang sudah menjabat selama 20 tahun.
Ia menyebut Komisi Yudisial akan terus berkoordinasi dengan DPR agar keterangan tambahan tersebut dapat menjadi pertimbangan. Sehingga, ujarnya, calon yang diusulkan oleh KY dapt disetujui untuk diangkat sebagai hakim agung.
"Kita ketahui waktu seleksi calon hakim agung di KY telah memakan waku cukup lama enam bulan dan biaya yang dikeluarkan untuk seleksi tidak sedikit," tutur Siti. "Tentunya hal ini yang patut dipertimbangkan bahwa MA masih kekurangan hakim agung dikarenakan menumpuknya perkara di MA."
Komisi Yudisial mencatat beban perkara peninjauan kembali (PK) di kamar TUN Mahkamah Agung cukup tinggi. Masing-masing hakim agung di kamar TUN menanggung beban 3.420 perkara per tahun.
Selain itu, beban perkara PK khusus pajak juga tinggi di Mahkamah Agung. Pada 2023, dari 7.979 perkara peninjauan kembali di kamar TUN MA, sebanyak 88,65 persen di antaranya adalah perkara peninjauan kembali khusus pajak. Sedangkan hakim agung kamar tata usaha negara saat ini berjumlah tujuh orang, dan hanya satu di antaranya yang ahli di bidang pajak.
Pilihan Editor: Komisi Yudisial Jelaskan Dasar Pemilihan 2 Calon Hakim Agung yang Belum Berpengalaman 20 Tahun