TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara dari Kenny Wisha Sonda, Fredrik J. Pinakunary, membantah bahwa kliennya didakwa penggelapan karena memberikan opini hukum yang keliru kepada bosnya di Energy Equity Epic Sengkang Pty. Ltd. (EEES). Kenny hanya sebagai legal counsel yang menjelaskan kepada pimpinan tempat dia bekerja soal perjanjian antara EEES dengan PT Energi Maju Abadi (PT EMA).
"Lagi pula, hingga kini tidak ada sebuah putusan yang menyatakan klien kami keliru," kata Fredrik dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 15 September 2024.
Dalam perkara ini, Kenny dituduh turut serta melakukan penggelapan bersama atasannya, yaitu General Manager Andi Riyanto, Finance Controller Elizabeth Minar Tambunan, serta Direktur sekaligus Pengendali Utama EEES Brian Jeffrey Allen. Mereka didakwa merugikan PT EMA sebesar US$ 31.468.649.
Penggelapan yang dimaksud berhubungan pada perjanjian kerja sama antara EEES dengan PT EMA pada 29 November 2018. Nilai kerugian itu diduga dari 49 persen participating interest milik PT EMA.
Fredrik J. Pinakunary mengatakan seharusnya masalah perjanjian ini diselesaikan secara hukum perdata. Alasannya karena terdapat perselisihan penafsiran perjanjian antarperusahaan dan tidak ada niat melakukan penggelapan oleh Kenny.
"Apa yang klien kami lakukan adalah memberikan penjelasan atau pendapat yang berasal dari penafsirannya atas klausul kontrak, karena itu tidak tepat untuk diproses secara hukum pidana," ucap Fredrik.
Salah satu bukti yang digunakan untuk mendakwa Kenny adalah pesan e-mail pada Agustus 2022. Kenny mengim pesan ke rekannya, lalu diteruskan kepada bosnya, Andi Riyanto.
Isinya membahas soal pendistribusian pendapatan PT EMA yang belum bisa diserahkan karena EEES masih ada pinjaman. Soal itu, Kenny pun menganggap bukan sebagai opini hukum karena tidak ada analisis lengkap.
Fredrik mengatakan, Kenny merupakan legal counsel yang telah diambil sumpahnya sebagai advokat. Sehingga hak imunitas seorang advokat tetap melekat ketika berada di non litigasi atau di luar persidangan membela klien sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Ketentuan itu diperkuat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013. "Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan," tutur Fredrik.
Pilihan Editor: Dipidana Karena Memberi Opini Hukum, Advokat Kenny Wisha Sonda akan Dengar Tanggapan Jaksa