TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia atau MAKI, Boyamin Saiman, menanggapi soal putusan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memberi sanksi sedang kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dengan teguran tertulis dan pemotongan penghasilan 20 persen.
“Prinsipnya menghormati putusan Dewan Pengawas KPK, meskipun ya saya kurang puas,” kata Boyamin ketika dihubungi, Jumat, 6 September 2024.
Dia mengaku tak sependapat dengan Dewas KPK yang menyebut Nurul Ghufron tidak merugikan pemerintah sehingga hanya diberi sanksi sedang, bukan berat. “Sisi lain tetap merugikan pemerintah dong, karena apa, tata kelola pegawai negeri itu kan sudah ada bakunya,” tuturnya.
Dalam perkara ini, Nurul Ghufron dinilai telah menghubungi Plt Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, untuk membantu mutasi seorang ASN bernama Andi Dwi Mandasari dari Inspektorat Kementan ke BPBD Jawa Timur.
“Itu kan Kementerian Pertanian sebenarnya ingin yang bersangkutan (Andi) bekerja di kantor pusat, tidak pindah ke daerah. Nah atas intervensi Gufron kan jadi pindah ke daerah, sehingga kekurangan personel di kantor pusat. Itu yang dinamakan merugikan (pemerintah,” tuturnya.
Selain merugikan pemerintah, kata Boyamin, sikap Nurul Ghufron merugikan pemberantasan korupsi secara keseluruhan. “Karena kelakuannya Pak Ghufron itu bukan mencoreng citra KPK, mencitra NKRI. Karena program pemberantasan korupsi itu kan negara, bukan hanya KPK aja,” ucap dia. Menurut dia, hal ini semakin diperparah dengan sikap Gufron yang tidak mengakui perbuatan dan tidak menyesal usai divonis melenggar etik oleh Dewas KPK.
Di sisi lain, penyalahgunaan wewenang ini berkaitan dengan dugaan korupsi di Kementan yang sedang diusut oleh KPK saat itu. “Seakan-akan jadi menakut-nakuti gitu loh. ‘Awas ya kalau tidak kamu turuti permintaan mutasi PNS anaknya temanku ini, nanti bisa akan lebih berabe, akan lebih parah nanti’,” kata Boyamin mencontohkan. “Meskipun tidak ada nama Kasdi, tapi kan Kasdi juga tahu bahwa ada penyelidikan KPK terhadap Kementerian Pertanian. Jadi menimbulkan rasa takut.”
Seharusnya, kata Boyamin, pelanggaran ini masuk ke level berat dan sanksi yang dijatubkan juga lebih berat. Koordinator MAKI itu juga menilai bahwa Nurul Ghufron mestinya tidak bisa mencalonkan diri lagi menjadi pimpinan KPK berikutnya. “Atau bahasanya tidak layak menjadi pimpinan KPK periode berikutnya, sehingga nanti Pansel biar mencoret atau DPR mencoret.”
Nurul Ghufron baru saja menjalani sidang putusan etik dan dijatuhi sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji. Dia dinilai menggunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK dalam membantu mutasi aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Pertanian ke Malang, Jawa Timur.
“Mengadili, menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur Pasal 4 ayat 2 huruf B Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat membacakan amar putusan, Jumat, 6 September 2024.
Dalam putusan ini, ringan atau besarnya sanksi etik yang diberikan oleh Dewas KPK bergantung pada dampak yang ditimbulkan akibat pelanggarannya. “Sanksinya kami jatuhkan, sanksi sedang. Secara musyawarah, kami berpendapat bahwa dampak yang ditimbulkan baru terbatas kepada dampak negatif bagi KPK, belum sampai ke tingkat merugikan pemerintah,” tuturnya.
Pilihan Editor: IM57+ Institute: Nurul Ghufron Seharusnya Didiskualifikasi dari Seleksi Capim KPK Karena Langgar Kode Etik