Yudi mengatakan seharusnya KPK mempunyai standar etik tinggi untuk tidak terlalu ikut campur dalam urusan yang bukan tugas dan pokok serta fungsinya memberantas korupsi. Terlebih, kata dia, ini berkaitan dengan mutasi di tempat lain. Nurul Ghufron, kata Yudi, seharusnya diberi sanksi berat untuk mengundurkan diri.
“Namun sekali lagi, putusan sudah dibacakan, setidaknya Nurul Ghufron telah terbukti bersalah melanggar etik dan tentu ini semakin membuat kepercayaan publik kepada KPK semakin rendah,” ujarnya.
3. Koordinator MAKI Boyamin Saiman: Sikap Nurul Ghufron Merugikan Pemberantasan Korupsi
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia atau MAKI, Boyamin Saiman, menanggapi soal putusan Dewas KPK terhadap Nurul Ghufron. “Prinsipnya menghormati putusan Dewan Pengawas KPK, meskipun ya saya kurang puas,” kata Boyamin ketika dihubungi pada Jumat, 6 September 2024.
Dia tak sependapat dengan Dewas KPK yang menyebutkan Nurul Ghufron tidak merugikan pemerintah sehingga hanya diberi sanksi sedang. “Sisi lain tetap merugikan pemerintah dong, karena tata kelola pegawai negeri sudah ada bakunya,” tuturnya.
Dalam perkara ini, Nurul Ghufron dinilai telah menghubungi Plt Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, untuk membantu mutasi seorang ASN bernama Andi Dwi Mandasari dari Inspektorat Kementan ke BPBD Jawa Timur.
“Itu kan Kementerian Pertanian sebenarnya ingin yang bersangkutan (Andi) bekerja di kantor pusat, tidak pindah ke daerah. Nah atas intervensi Gufron kan jadi pindah ke daerah, sehingga kekurangan personel di kantor pusat. Itu yang dinamakan merugikan (pemerintah),” tuturnya.
Boyamin mengatakan sikap Nurul Ghufron juga merugikan pemberantasan korupsi secara keseluruhan. “Karena kelakuannya Pak Ghufron itu bukan mencoreng citra KPK, mencitra NKRI. Karena program pemberantasan korupsi itu kan negara, bukan hanya KPK,” ucapnya.
Menurut dia, hal ini semakin diperparah dengan sikap Nurul Ghufron yang tidak mengakui perbuatannya dan tidak menyesal usai divonis melanggar etik oleh Dewas KPK. Di sisi lain, penyalahgunaan wewenang ini berkaitan dengan dugaan korupsi di Kementan yang sedang diusut oleh KPK saat itu.
Seharusnya, kata Boyamin, pelanggaran ini masuk ke level berat dan sanksi yang dijatuhkan juga lebih berat. Dia menilai Nurul Ghufron mestinya tidak bisa mencalonkan diri lagi menjadi pimpinan KPK berikutnya.
Pilihan editor: KPK Batal Panggil Kaesang Pangarep, Ini Kata Ahli Hukum Pidana UI