TEMPO.CO, Jakarta - Hari-hari ini publik disuguhi dengan pemberitaan ihwal fenomena hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Terbaru, seorang warga asal Kabupaten Badung, Bali, I Nyoman Sukena terancam lima tahun penjara karena memelihara empat ekor landak Jawa langka di rumahnya. Hukuman itu lebih berat dari vonis yang diterima koruptor kelas kakap macam Djoko Tjandra, Toni Tamsil, dan Samin Tan. Yang terakhir disebut malah divonis bebas.
Bahkan, landak Jawa yang dirawat Nyoman masih lebih berharga dibanding nyawa Dini Sera Afrianti yang dibunuh Gregorius Ronald Tannur, anak eks anggota DPR; dan sejumlah korban praktik kerangkeng di Langkat milik eks Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin. Ronald dan Terbit juga divonis bebas.
Kasus Nyoman Sukena, diancam penjara 5 tahun gara-gara tak tahu pelihara satwa dilindungi
Nyoman Sukena menjadi pesakitan setelah ditangkap polisi pada awal Maret 2024 buntut laporan masyarakat. Humas Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Gede Putra Astawa mengatakan sidang agenda dakwaan digelar pada 29 Agustus lalu. Ia didakwa melanggar Pasal 21 ayat 2 a juncto Pasal 40 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Itu terdakwa didakwa oleh penuntut umum dan ancaman pidananya 5 tahun. Jadi dakwaannya itu ancaman pidananya 5 tahun,” kata Astawa saat dikonfirmasi media, Senin, 9 September 2024.
Adapun Nyoman Sukena berurusan dengan hukum setelah kedapatan memelihara empat ekor landak jenis landak Jawa atau Hysterix javanica. Landak tersebut merupakan satwa liar yang dilindungi. Berdasar fakta persidangan, landak itu awalnya milik mertua Sukena yang ditangkap karena merusak tanaman. Sebab tak tahu bahwa hewan tersebut dilindungi, Sukena memelihara empat landak itu.
“Kalau dari fakta persidangan keterangan dari terdakwa itu, landak itu ditangkap oleh mertuanya karena merusak tanaman. Kemudian oleh terdakwa ini dipelihara. Dia tidak tahu kalau itu perlu izin atau itu adalah hewan yang dilindungi karena menurut saksi juga di sana itu banyak hama seperti itu,” kata Astawa.
Tempo.co telah menghimpun sejumlah vonis terhadap sejumlah pejabat yang lebih rendah dari ancaman pidana kepada Nyoman Sukena, berikut ulasannya:
1. Suap dua jenderal dan jaksa hingga US$ 500 ribu, Djoko Tjandra cuma dipenjara 4 tahun 6 bulan
Djoko Tjandra menjadi terdakwa dalam kasus suap red notice. Dia didakwa menyuap dua jenderal polisi, yaitu Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo utomo. Suap diberikan agar keduanya menghapus nama Djoko Tjandra atau Joko Tjandra dari daftar red notice.
Dia juga didakwa menyuap bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar US$ 500 ribu atau setara Rp 7.73 miliar untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung atau MA. Dalam kasus ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Djoko dengan hukuman 4,5 tahun penjara.
Hukuman itu lebih berat dari tuntutan jaksa, yaitu 4 tahun penjara. Namun, hukuman itu kemudian dikorting oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 3,5 tahun penjara. Djoko dan jaksa kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam putusannya, majelis hakim menolak kasasi Djoko dan mengkoreksi hukumannya menjadi 4,5 tahun penjara.
“Tolak perbaikan kasasi terdakwa dan penuntut umum dengan perbaikan pidana menjadi pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan,” seperti dikutip dari resume putusan Djoko Tjandra.
Selanjutnya: Tuntutan dan Vonis Korupsi Timah Toni Tamsil