TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 12 saksi dalam sidang korupsi tata niaga timah yang melibatkan Harvey Moeis, Suparta, dan Reza Andriansyah, hari ini. Sidang tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
“Ada 12 saksi, Yang Mulia,” tutur Jaksa Penuntut Umum dalam sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada Kamis, 12 September 2024.
Salah satu saksi yang dihadirkan dalam sidang ini ialah Adam Marcos, pegawai PT Refined Bangka Tin (PT RBT) di bidang General Affairs. Namanya sempat disebut-sebut dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Harvey Moeis. Nama Adam juga disebut dalam sidang pada Senin, 2 September 2024 yang menghadirkan eks Kepala Bidang Pengawasan dan Pengangkutan Unit Penambangan Darat Bangka (UPDB) Bangka Induk PT Timah Tbk, Musda Anshori.
Dari 12 saksi, satu orang saksi ditunda pemeriksaannya hari ini. Penundaan ini karena ketika dikonfirmasi identitasnya oleh Hakim Ketua Pengadilan Tipikor Eko Ariyanto, ditemukan perbedaan identitas saksi dengan apa yang tertulis di berita acara.
Saat identitas para saksi dibacakan, Tommy, saksi yang didatangkan oleh JPU dan sudah menduduki barisan kursi saksi, diketahui memiliki nama, tempat, dan tanggal lahir yang berbeda dari catatan yang dipegang majelis hakim. “Sudah, kita pending dulu ya, nama Bapak,” kata Hakim Ketua.
Sidang terdakwa Harvey Moeis dimulai pukul 11.12 WIB dan dilaksanakan di ruang Muhammad Hatta Ali, PN Jakarta Pusat. Harvey didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada periode 2015-2022.
Menurut audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perkara korupsi yang melibatkan 22 terdakwa ini diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun.
Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Daftar 20 Capim KPK yang Lolos Tes Profile Assessment, Didominasi Aparat Penegak Hukum