TEMPO.CO, Bali - Indonesia tak lagi hanya jadi penonton dalam hal inovasi pelayanan imigrasi. Lewat kebijakan terbarunya, Direktorat Jenderal Imigrasi kini memungkinkan anak-anak berusia mulai dari enam tahun ke atas untuk menggunakan layanan autogate di bandara.
Langkah ini bukan hanya mempermudah perjalanan, tapi juga menjadikan Indonesia bersaing ketat dengan negara tetangga yang sudah lebih dulu menerapkan teknologi serupa, seperti Singapura. “Teknologi pengenalan wajah yang kami gunakan memungkinkan anak usia enam tahun untuk melewati pemeriksaan imigrasi secara otomatis,” ujar Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim saat grand launching TPI autogate Bandara Ngurah Rai di Nusa Dua, Bali pada Selasa, 1 Oktober 2024. "Ini adalah salah satu langkah penting untuk membuat Indonesia sejajar dengan negara-negara maju dalam hal pelayanan imigrasi."
Teknologi yang telah digunakan di Bandara Soekarno-Hatta dan Ngurah Rai, Bali, kini memungkinkan anak-anak Indonesia dan warga negara asing (WNA) berusia enam tahun ke atas untuk menggunakan autogate dengan waktu pemeriksaan hanya 15-20 detik. Dirjen Imigrasi Indonesia, lanjut Silmy, melakukan studi banding di Singapura dan melihat teknologi mereka. “Dari situ kami berani mengambil langkah serupa dan bahkan mungkin lebih baik. Tidak mudah, tapi kami berhasil menerapkan ini di Indonesia,” ucap Silmy.
Adanya hampir 200 autogate yang sudah beroperasi di tiga titik, juga di Pelabuhan Batam, membuat Indonesia secara perlahan mulai menyusul Singapura dalam hal kecepatan dan kemudahan pemeriksaan imigrasi. Sistem pengenalan wajah yang digunakan memungkinkan identifikasi cepat dan akurat, baik untuk orang dewasa maupun anak-anak.
Selain itu, autogate yang terintegrasi dengan database internasional, termasuk Interpol dan daftar cekal, memastikan keamanan tetap menjadi prioritas Dirjen Imigrasi. Sebab sebelumnya, anak-anak di bawah 14 tahun harus melewati pemeriksaan manual.
Namun dengan autogate ini, anak-anak tidak hanya merasakan kemudahan tetapi juga pengalaman yang lebih modern. "Ini adalah bagian dari upaya kami untuk memberikan pengalaman perjalanan yang lebih nyaman, terutama bagi anak-anak," ujar Silmy Karim.
Dengan volume penumpang yang terus meningkat, Indonesia berambisi menjadi salah satu negara terdepan dalam inovasi pelayanan imigrasi di Asia Tenggara. Menurut data semester pertama 2024, jumlah pelintas yang masuk dan keluar Indonesia mencapai lebih dari 20 juta orang. Untuk menghadapi angka ini, teknologi autogate diyakini menjadi solusi praktis. Tidak hanya mengurangi waktu antrean, tapi juga menempatkan Indonesia pada posisi strategis di peta inovasi global.
Langkah ini juga menjadi sinyal bahwa Indonesia tak lagi mau tertinggal dari negara tetangganya. Jika sebelumnya Singapura menjadi tolok ukur utama di kawasan Asia Tenggara, kini Indonesia mulai menantang posisi tersebut dengan memperkenalkan teknologi yang tak kalah canggih dan ramah pengguna. “Kami tidak hanya berusaha mengejar, tapi juga bersaing dengan negara-negara tetangga dalam hal pelayanan imigrasi yang lebih baik dan efisien,” tutur Silmy Karim.
Pilihan Editor: JAC Prihatin Jurnalis Kamboja yang Biasa Meliput Isu Online Scam Ditangkap Polisi Militer