TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) mengeklaim sedang melakukan uji coba penerapan sanksi alternatif yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru Nomor 1 Tahun 2023. Undang-undang ini ditujukan untuk penjatuhan pidana non-penjara, yakni melalui kerja sosial dan pengawasan.
Sekretaris Ditjen PAS, Supriyanto, mengatakan uji coba ini adalah komitmen pemerintah Indonesia untuk meningkatkan efektivitas sistem peradilan pidana. Sekaligus juga menangani masalah mendesak ikhwal kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia.
“Melalui kolaborasi dengan Reclassering Nederland kita meningkatkan kesadaran pentingnya sanksi alternatif untuk mengatasi over (kelebihan) populasi di lembaga pemasyarakatan di Indonesia,” ucap Supriyanto dalam memberikan sambutan di acara tematik “Opportunities and Challenges of the Future of Alternative Sanctions in Indonesia”, pada Selasa, 1 Oktober 2024.
Total penghuni tahanan dan narapidana di Indonesia menurut laman sistem database pemasyarakatan (SDP) publik Ditjen PAS sebanyak 273.541 orang per 1 Oktober 2024. Jumlah itu melebihi kapasitas rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) yang ditujukan untuk dihuni 143.879 orang.
Selama lima tahun terakhir, Ditjen PAS menggandeng Reclassering Nederland untuk mempersiapkan penerapan sanksi alternatif pidana, yang akan berlaku di Indonesia pada 2 januari 2026. Dilansir dari laman resminya, Reclassering Nederland adalah lembaga independen di Belanda yang memberikan nasihat kepada aparat penegak hukum perihal penetapan putusan terhadap tersangka dan terpidana, yang mengedepanksan sanksi kerja sosial.
Pengalaman Reclassering Nederland itu dirujuk oleh Ditjen PAS yang menguji coba implementasi sanksi alternatif di Bali dan Jakarta pada bulan Juni – Juli 2024. “Dengan uji coba ini juga kita telah memperoleh gambaran umum tentang tantangan dan hambatan dalam pelaksanaan sanksi alternatif,” kata Supriyanto di Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis, Jakarta Selatan.
Uji coba itu, kata Ditjen PAS, mendapat rekomendasi dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian dan mendapat dukungan dari konsorsium masyarakat sipil.
Supriyanto menyebut Ditjen PAS telah menyiapkan proyeksi teknis dari penerapan pidana non penjara itu. “Hal ini merupakan langkah konkret untuk praktik terbaik bagi sanksi alternatif,” klaimnya. Ia berharap panel diskusi lintas sektor bisa menjadi peluang dalam memetakan langkah bidang sanksi alternatif khususnya bagi sistem peradilan Indonesia pada tahun 2026 mendatang.
Pilihan Editor: JAC Prihatin Jurnalis Kamboja yang Biasa Meliput Isu Online Scam Ditangkap Polisi Militer