TEMPO.CO, Jakarta -Polisi menangkap enam orang yang diduga sebagai muncikari prostitusi online kelas atas. Mereka adalah Wawan, Fatminah, Zultiansyah, Nanda, Eza, dan Haris. Enam muncikari itu menawarkan jasa perempuan pekerja seks lewat media sosial dan sistem perpesanan instan.
"Memasarkannya melalui Facebook, Twitter, BBM (BlackBery Messenger), dan WeChat," kata Direktur Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Mudjiono, di kantornya, 17 Juni 2015.
Adapun barang bukti yang disita polisi antara lain berupa delapan telepon seluler, uang tunai Rp 3 juta, kartu ATM, dan token pembayaran online. Para muncikari ini ditangkap di lima tempat berbeda. Salah satunya adalah apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan. Polisi sebelumnya juga menggerebek praktek prostitusi online di tempat itu.
Para muncikari ini tak pernah bertemu dengan pekerja seks. Mereka berhubungan lewat media sosial atau telepon. Adapun para pengguna jasa harus bergabung dengan sebuah grup di media sosial atau di situs porno. "Nanti baru menghubungi si muncikari melalui kontak yang ada di media sosial tersebut," kata Mudjiono lagi.
Kepala Sub-Direktorat Cyber Crime Polda, Ajun Komisaris Besar Suharyono, menyatakan pelanggan mereka tersebar hingga luar kota. Keenam muncikari tersebut kerap melayani permintaan layanan dari Jawa Barat hingga Bali.
Tarif yang ditetapkan para muncikari itu dari Rp 1,5 juta hingga Rp 25 juta." Para muncikari ini menyediakan pekerja seks dengan latar belakang pekerjaan beragam, salah satunya model. Bahkan, beberapa pelacur yang dijajakan masih di bawah umur karena baru berusia 15 tahun. "Yang di bawah umur itu siswa salah satu SMA di Jakarta," kata dia.
Zultiansyah, 37 tahun, salah seorang tersangka muncikari, mengatakan menjajakan pekerja seks lewat sebuah laman yang kini diblokir polisi. "Di situs itu ada pin BB saya," ujar dia.
Polisi menjerat para tersangka dengan pasal berlapis. Mereka dituduh melanggar Undang-Undang Pornografi, Undang-Undang Perdagangan Manusia, Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik, Pasal 296 KUHP tentang Permuncikarian, dan Pasal 506 tentang Kesusilaan. Mereka terancam hukuman 15 tahun penjara.
DIMAS SIREGAR