TEMPO.CO, Jakarta -Ombudsman Republik Indonesia merilis Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terkait kisruh Pulau Pari dengan temuan maladministrasi penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang dan pengabaian kewajiban hukum oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Juru Bicara PT Bumi Pari AsriBen Yitzhak mengatakan belum bisa memberikan tanggapan mengenai temuan maladmintrasi oleh Ombudsman dalam penerbitan 62 Setifikat Hak Milik dan 14 Sertifikat Hak Guna Bangunan di Pulau Pari.
Baca : Ombudsman Temukan Maladministrasi, Warga Pulau Pari Sujud Syukur
Perusahaan belum menerima Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dari Ombudsman. “Kami baru tahu juga dari media” ujar Ben saat dihubungi Tempo Senin 9 April 2018.
Menurut Ben Yitzhak mereka masih menunggu dulu surat dari Ombudsman RI. “Nanti kalau sudah ada hasil kami terima baru bisa ditanggapi secara resmi,” demikian Ben.
Adapun Tigor Hutapea, kuasa hukum Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KIARA) menyambut LHAP Ombudsman soal sengketa tanah Pulau Pari. "Intinya ada dua. Satu, BPN (Badan Pertanahan Nasional) harus membatalkan sertifikat yang ada," kata Tigor. "Yang kedua, Pemda (Pemerintah Daerah) harus bisa memenuhi hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat."
Ombudsman menyampaikan LAHP terkait sengketa Pulau Pari dengan temuan maladministrasi berupa penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, dan pengabaian kewajiban hukum oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dalam penerbitan 62 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama perorangan serta 14 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Griyanusa.
Pihak korporasi pun mengklaim 90 persen dari 42 hektare lahan Pulau Pari sebagai milik mereka, sementara 10 persen lahan pulau merupakan milik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Akibatnya, sebanyak 329 kepala keluarga penduduk asli yang mengaku telah mendiami Pulau Pari selama empat generasi justru terancam digusur.
Ombudsman memberi waktu 30 hari bagi Inspektur Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta untuk mengevaluasi penerbitan SHM dan SHGB tersebut. Selain itu, jangka waktu 60 hari juga diberikan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengembalikan fungsi Pulau Pari sebagai kawasan pemukiman penduduk dan nelayan serta melakukan inventarisasi aset dan data warga Pulau Pari.