Sidang berlangsung alot. Koalisi Selamatkan Pulau Pari juga mendesak kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk membebaskan Sulaiman, mantan ketua RW di Pulau Pari yang akan menghadapi sidang putusan 6 November 2018. Berikut ini merupakan enam fakta dari sengketa Pulau Pari.
1. Dugaan kriminalisasi kepada warga oleh pengembang
Pada Juni 2017, Sulaiman alias Khatur, Ketua RW sekaligus nelayan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, dilaporkan oleh manajemen PT Bumi Pari Asri atas tudingan penyerobotan lahan. Padahal, Khatur mengaku merupakan warga asli.
Sengketa lahan di Pulau Pari hingga saat ini belum menemui titik terang. Permasalahan lahan ini berawal pada 2014 ketika perwakilan PT Bumi Pari Asri mendatangi warga Pulau Pari dan mengakui tempat tinggal mereka sebagai lahan milik mereka.
Ketua RW Pulau Pari Sulaiman menjelaskan perusahaan itu datang dengan membawa sertifikat hak milik saat sektor pariwisata di pulau itu mulai berkembangulau tersebut dan telah menempatinya selama puluhan tahun.
Selain itu, Khatur juga dituduh menyewakan lahan yang bukan miliknya kepada orang lain. Padahal, Khatur menjelaskan bahwa ia hanya dimintai tolong untuk menyewakan penginapan yang dimiliki warga bernama Surdin.
Selama persidangan itu, Khatur melui kuasa hukumnya Nelson Nikodemus sempat mengajukan eksepsi atas kasusnya, namun ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Alasannya, majelis hakim berpendapat surat dakwaan sudah memenuhi syarat formil dan materiil. Dalam dakwaan JPU, pemilik tanah penginapan bernama Surdin juga disebut sebagai terpidana bersama dengan Khatur.
Warga Pulau Pari mencurigai 62 sertifikat hak milik (SHM) dan 14 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) yang diklaim oleh PT Bumi Asri merupakan sertifikat bodong. Kecurigaan warga tersebut berdasarkan Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman April 2018 lalu tentang konflik dan maladministrasi sertifikat tanah Pulau Pari.
Dalam sidang itu, JPU mendakwa Khatur telah melanggar Pasal 167 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang masuk ke rumah atau pekarangan tanpa izin.