Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira melihat keadaan yang sama. Menurut Bhima, pemerintah pusat menjadikan pemulihan ekonomi sebagai panglima dalam menghadapi pandemi ini. "Masalah kesehatan berada di urutan bawah dalam penanggulangan wabah ini," ujarnya.
Pelonggaran yang dilakukan di DKI pun juga dilakukan karena intervensi pemerintah untuk menggerakan ekonomi yang telah limbung sejak Juni lalu. Indikator itu sudah terlihat jelas sejak rapat presiden dengan para gubernur pada Juni lalu. Presiden, kata dia, lebih mendorong pemulihan ekonomi.
"Titik beratnya ada di ekonomi. Dan definisi gas dan rem juga tidak jelas dalam rapat itu," ujarnya. Istilah gas dan rem dalam menentukan kebijakan PSBB dilontarkan Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pengarahan melalui telekonferensi dari Provinsi Jawa Tengah pada Selasa, 30 Juni 2020.
Bhima melanjutkan pemerintah seharusnya lebih memfokuskan pada masalah kesehatan dalam menghadapi wabah ini. Ia menyakini selama wabah ini belum diselesaikan ekonomi negara ini bakal terus terpuruk, bahkan berpotensial lebih dalam lagi.
"Logikanya sederhana dan mudah dicerna. Jika angka positif masih tinggi, mau dilonggarkan bagaimanapun masyarakat makin tidak percaya untuk berbelanja."
Selain itu, kebijakan pemerintah yang memprioritaskan ekonomi ketimbang kesehatan juga dapat dilihat dari alokasi anggaran kesehatan yang jauh lebih sedikit dibanding pemulihan ekonomi. Porsi anggaran DKI misalnya. Meski telah mengalami penyesuaian menjadi Rp 47,1 triliun, tapi porsi dana kesehatan tetap rendah, yakni 10.6 persen. Porsi anggaran tersebut mencapai Rp 5,3 triliun dari realokasi anggaran APBD untuk penanggulangan Covid-19.
Sementara pemerintah pusat memiliki dana PEN untuk kesehatan sebesar Rp 87, 5 triliun atau setara 12 persen dari total stimulus. Seharusnya, kata dia, pemerintah DKI mengusulkan setidaknya porsi anggaran kesehatan lebih tinggi kepada pemerintah pusat. Terutama anggaran untuk insentif tenaga medis, penambahan fasilitas kesehatan, biaya tes massal dan juga subsidi protokol kesehatan seperti masker untuk pelaku usaha mikro.
Bhima menyarankan pemerintah kembali berfokus pada penyelesaian masalah kesehatan atau pandemi ini daripada pemulihan ekonomi negara ini. Bhima menyarankan pemerintah kembali menerapkan PSBB dengan lebih ketat lagi agar penularan wabah ini cepat dihentikan.
Bhima mengatakan pemerintah telah salah langkah memilih melonggarkan PSBB dan terus memperpanjang transisi normal baru yang menyebabkan wabah semakin sulit dikendalikan. "Padahal semakin cepat pandemi selesai, semakin bergairah lagi ekonomi masyarakat terutama di Jakarta."
Yang sekarang telah terjadi, kata dia, adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap penanganan kesehatan. Akibatnya masyarakat masih menghadapi dilema membelanjakan uang mereka.
"Masyarakat mempunyai kekhawatiran terkena virus kalau keluar dan biaya kesehatan juga mahal," ucapnya. "Keluar rumah juga lebih banyak hanya membeli kebutuhan pokok bukan barang seperti fashion atau produk sekunder lainnya."
Lebih lanjut Bhima menuturkan bantuan sosial dari pemerintah pun bakal menjadi sia-sia karena hanya menyentuh kelompok 40 persen terbawah yang kontribusinya hanya 17 persen dari total pengeluaran nasional. "Bagaimana dengan kelas menengah dan atas? concern utama mereka adalah kesehatan untuk saat ini," ujarnya. "Mereka kontributor yang paling besar bagi konsumsi nasional."