TEMPO.CO, Jakarta -Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, memperingatkan aparat kepolisian mewaspadai kejahatan kebencian yang diduga melatarbelakangi tindak penganiayaan aparat kepolisian oleh anggota ormas Pemuda Pancasila.
Peristiwa tersebut terjadi Kamis lalu, 25 November 2021 saat ormas Pemuda Pancasila menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI dan berujung kericuhan dengan polisi.
Lalu apa itu hate crime? Sejauhmana ancaman dan merugikan bagi korban?
American Psychologycal Association menjelaskan bahwa ini merupakan indak pidana terhadap seseorang atau harta benda yang dimotivasi seluruhnya atau sebagian oleh bias pelaku terhadap ras, agama, kecacatan, orientasi seksual, etnis, gender, atau identitas gender.
Menjadi berbahaya dimana manifestasi rasa benci akan menimbulkan tindakan-tindakan berani lainnya untuk mengarah pada tindak pidana.
Noelle dalam The ripple effect of the Matthew Shepard murder: Impact on the assumptive worlds of members of the targeted group (2002) menyebutkan orang yang menjadi korban kejahatan kebencian dengan kekerasan lebih cenderung mengalami tekanan psikologis yang lebih besar daripada korban kejahatan kekerasan lainnya.
Sejumlah anggota ormas Pemuda Pancasila mengeroyok AKBP Dermawan Karosekali dalam unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 25 November 2021. Dermawan dikeroyok saat berupaya membujuk massa untuk tidak menutup jalan raya saat berdemo. TEMPO/Ridho Fadilla
Secara khusus, korban kejahatan yang bermotivasi bias lebih cenderung mengalami stres pascatrauma, masalah keamanan, depresi, kecemasan, dan kemarahan daripada korban kejahatan yang tidak dimotivasi oleh bias.
Laman jstice.gov menjelaskan di Amerika Serikat, pada ahli memperkirakan rata-rata 250.000 kejahatan rasial dilakukan setiap tahun antara 2004 dan 2015. Sebagian besar kejahatan kebencian itu tidak dilaporkan ke penegak hukum.
RAHMAT AMIN SIREGAR| M. JULNIS FIRMANSYAH
Baca : AKBP Dermawan Korban Pengeroyokan PP Alami Hematoma, ini Jenis-jenis Hematoma?