TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang pembacaan dakwaan terhadap 15 mantan pegawai Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK) pada Kamis, 2 Agustus 2024. Mereka didakwa melakukan pungutan liar (pungli) atau pemerasan kepada tahanan senilai Rp 6,38 miliar pada rentang waktu 2019-2023.
“Para terdakwa telah melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Syahrul Anwar, Kamis.
Menurut Syahrul, pungutan liar ini terjadi di tiga Rutan Cabang KPK antara lain: Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur, Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4).
Selain itu, Syahrul juga mengungkap adanya kode khusus yang digunakan para terdakwa dalam menjalankan aksinya. Beberapa kode ini juga dipakai saat membagi-bagikan hasil pungli. Adapun kode-kode tersebut mulai dari ‘jatah 01,’ ‘pempek,’ hingga ‘pakan jagung.’
“Membagi uang tersebut kepada para terdakwa dan Petugas Rutan KPK lainnya dengan menyampaikan kode-kode tertentu yaitu ‘jatah 01, pempek, petik, arisan, kandang burung dan pakan jagung’, ucap Jaksa.
Menurut JPU, pungli di rutan KPK bermula ketika eks Plt Karutan KPK Deden Rochendi, Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan KPK Hengki, dan beberapa petugas Rutan KPK lainnya menunjuk “Lurah” yang bertugas untuk mengkoordinir permintaan dan pengumpulan uang setiap bulan dari para tahanan di Rutan KPK.
Muhammad Ridwan ditunjuk sebagai “Lurah” cabang Pomdam Jaya Guntur. Sementara itu, Mahdi Aris menjadi “Lurah” di cabang Rutan KPK Gedung Merah Putih (K4). Lalu ada Suharlan dan Ramadhan Ubaidillah A yang ditunjuk sebagai “Lurah” Cabang Rutan KPK di Gedung C1.
Para “Lurah” itu kemudian diminta untuk mengumpulkan uang bulanan dari “Korting” masing-masing Cabang Rutan KPK. “Korting” adalah tahanan yang ditunjuk oleh tahanan lain untuk mengumpulkan uang sebelum diserahkan kepada “Lurah”.
Berdasarkan penjelasan Jaksa, uang bulanan masing-masing Cabang Rutan KPK itu sekitar Rp 80 Juta setiap bulannya atau Rp 5-20 Juta setiap tahanan per bulan. Apabila uang tersebut telah terkumpul, maka uang hasil pungli itu akan dibagikan kepada para terdakwa dan para Petugas Rutan KPK lainnya berdasarkan pangkat/kedudukan dan tugas yang diberikan. Berikut rincian pembagiannya:
- Plt. Karutan: Rp 10 juta per bulan
- Koordinator Rutan: Rp 5-10 juta per bulan
- Petugas Rutan KPK yang terdiri dari Komandan Regu dan Anggota serta Unit Reaksi Cepat (URC): Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta per bulan.
Jaksa juga menyebutkan, meski Deden Rochendi tidak lagi menjabat sebagai Plt. Karutan, dia tetapi meminta uang bulanan yang jumlahnya sama dengan jatah bulanan Plt. Karutan, yakni Rp 10 juta per bulan.
Selain itu, apabila para tahanan tidak memberikan uang bulanan atau telat menyetorkannya, maka terdapat sejumlah sanksi yang akan dilakukan oleh para Petugas Rutan KPK. Antara lain adalah masa isolasi yang diperlama untuk tahanan yang baru masuk ke Rutan KPK.
“Tahanan yang lama akan dimasukan kembali ke ruang isolasi dan kamar sel tahanannya dikunci/digembok dari luar, suplai air ke kamar mandi tahanan dimatikan, diperlambat dalam pengisian air galon, dilarang atau dikuranginya waktu olahraga dan waktu kunjungan tahanan serta mendapat tambahan tugas jaga dan tugas piket kebersihan lebih banyak (tidak sesuai dengan jadwal yang dibuat),” beber Jaksa.
Akibat aksi pungli itu, Jaksa menilai para terdakwa melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
RADEN PUTRI
Pilihan Editor: Polisi Tembak Mati Terduga Begal Motor di BSD, Saksi Dengar Dua Letupan