TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum mendakwa pengusaha Harvey Moeis alias HM dengan tindak pidana korupsi (tipikor) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara korupsi timah. Berkas perkara tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada periode 2015-2022 itu telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 5 Agustus 2024.
"HM sudah dilimpah sore ini," kata Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Harli Siregar saat dihubungi Tempo pada Senin kemarin, 5 Agustus 2024.
Dalam keterangan resminya, ia menyebut pelimpahan itu telah terdaftar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Dengan nomor register perkara: REG-25/RP-2/03/2024 28 Maret 2024," ujar Harli.
Ia menuturkan Harvey Moeis didakwa oleh jaksa penuntut umum dengan pasal dakwaan:
- Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; dan
- Pasal 3 dan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Tim jaksa penuntut umum selanjutnya akan menunggu jadwal pelaksanaan sidang yang akan ditetapkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," beber Harli.
Sebelumnya, nama Harvey Moeis disebut-sebut oleh jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan surat dakwaan terhadap tiga terdakwa korupsi timah pada Rabu, 32 Juli 2024 di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ketiganya adalah Amir Syahbana (Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam pada Dinas ESDM Kepulauan Bangka Belitung periode 2021-2024), Rusbani alias Bani (eks Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung), dan Suranto Wibowo (Kepala Dinas ESDM Kepulauan Bangka Belitung pada 2015-2019).
JPU mendakwa para terdakwa memperkaya pihak lain. "Memperkaya Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420 miliar," kata jaksa penuntut umum saat membacakan surat dakwaan.
Selain itu, jaksa penuntut umum juga menyebut Harvey Moeis bertemu dengan bekas petinggi PT Timah Tbk enam tahun lalu. "Bahwa pada awal 2018, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Alwin Albar, Emil Emirda bersama-sama dengan Harvey Moies dan Robert Bonosusatya melakukan pertemuan bertempat di Hotel dan Restoran Sofia di Jalan Gunawarman Kebayoran Baru Jakarta Selatan," ujar JPU.
Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Alwin Albar, dan Emil Emirda merupakan bekas Direksi PT Timah. Ketiganya sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi timah. Adapun Robert Bonosusatya adalah Bos PT Refined Bangka Tin. Sejauh ini, penyidik belum menetapkan Robert sebagai tersangka.
JPU menyebut persamuhan itu membahas kerja sama sewa peralatan penglogaman antara PT Timah dan PT Refined Bangka Tin. Pada pertemuan itu, Mochtar, Alwin, dan Emil menerima surat penawaran kerja sama smelter dari PT Refined Bangka Tin nomor 058/RBT/ADM/III/2018 berwarkat 28 Maret 2018. Penawaran kerja sama itu tanpa disertai dengan nilai penawaran.
Selanjutnya pada Agustus 2018, Direktur Pengembangan PT Refined Bangka Tin--yang juga berstatus tersangka--Reza Andriansyah diberikan template oleh PT Timah. Template itu berupa nilai penawaran sebesar USD 2.100 per 0,5 ton.
"Sehingga seolah-olah penawaran kerja sama peralatan processing penglogaman timah sebesar USD 2.100 per 0,5 ton tersebut diajukan sejak 28 Maret 2018," ujar jaksa penuntut umum.
Selain membahas mengenai kerja sama sewa peralatan penglogaman antara PT Timah dan PT Refined Bangka Tin, pertemuan Harvey Moeis dan para pejabat PT Timah di Gunawarman itu juga menyepakati hal lain. Yakni, untuk melibatkan smelter swasta lain yang ingin kerja sama sewa peralatan penglogaman dengan PT Timah.
Pilihan Editor: Disebut Terima Rp 1 Triliun di Sidang Korupsi Timah, Bos Sriwijaya Air Diberi Kesempatan Berobat di Singapura