TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Cabang Rutan KPK Achmad Fauzi melalui kuasa hukumnya Otto Cornelis (OC) Kaligis mengklaim tidak pernah memerintahkan melakukan pungutan liar atau pungli di rutan KPK.
Bantahan itu disampaikan OC Kaligis saat membacakan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat, Kamis, 8 Agustus 2024.
"Di bawah kepemimpinan terdakwa VI Achmad Fauzi sebagai karutan KPK, kebiasaan (pungli) tersebut tidaklah diketahui oleh Terdakwa VI, bahkan sama sekali tidak pernah ada perintah dari Terdakwa VI kepada rekan-rekannya atau bawahannya," kata OC Kaligis dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis.
OC menyebut, dalam seluruh uraian dakwaan Penuntut Umum tidak ada kata-kata bahwa Terdakwa VI Achmad Fauzi telah memerintahkan atau menyuruh melakukan pungutan uang dari para tahanan, terlebih melakukan pungutan uang langsung terhadap para tahanan KPK.
"Bukti rekap yang diajukan jaksa dalam sidang praperadilan tidak menyebut nama Achmad Fauzi sebagai penerima suap," katanya.
Bahkan, lanjut OC, kliennya mengaku baru mendengar istilah-istilah 'lurah' dan 'korting' dalam surat dakwaan jaksa.
"Saat saya mendengar jawaban bahwa terdakwa dijebloskan dengan dakwaan 'pembiaran', lalu pertanyaan yang memisahkan pikiran saya, kok bisa, tanpa barang bukti suap, Achmad Fauzi dijadikan terdakwa," ujarnya.
OC pun meminta hakim membatalkan dakwaan jaksa dan mengeluarkan Achmad Fauzi dari tahanan.
"Memerintahkan agar Terdakwa VI Achmad Fauzi dibebaskan dari segala Dakwaan seketika setelah Putusan Sela dibacakan dan dikeluarkan dari tahanan seketika setelah Putusan Sela dibacakan," katanya.
Jaksa KPK menyebut pungli di Rutan KPK terjadi selama Mei 2019 hingga Mei 2023, pada tiga periode kepepimpinan Kepala Cabang Rutan KPK. Ketiganya yakni Deden Rochendi (2017-2018), Ristanta (2020-2022), dan Achmad Fauzi (2022-2023)
"Setiap lurah diminta kumpulkan uang bulanan yang masing-masing cabang Rp 80 juta setiap bulannya atau Rp 5 hingga Rp 20 juta setiap tahanan," kata Jaksa saat membacakan dakwaannya di PN Tipikor Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2024.
Dari total uang yang dimintakan setiap bulan itu, jatah untuk Kepala Rutan sebesar Rp 10 juta, Koordinator Rutan Rp 3-10 juta, Komandan Regu hingga Unit Reaksi Cepat (URC) senilai Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta setiap bulannya.
Dalam dakwaannya, Jaksa KPK menjelaskan selama kurun waktu selama empat tahun mulai Mei 2019 hingga Mei 2023 para terdakwa mengumpulkan uang sebesar Rp 6.387.150.000 atau Rp 6,3 miliar.
Dari total Rp 6,3 miliar, masing-masing terdakwa mendapat bagian antara lain Deden Rochendi Rp 399,5 juta, Hengki Rp 692,8 juta, Ristanta Rp 137 juta, Eri Angga Permana Rp 100,3 juta, Sopian Hadi Rp 322 juta, Achmad Fauzi Rp 19 juta, Agung Nugroho Rp 91 juta, Ari Rahman Hakim Rp 29 juta.
Kemudian Muhammad Ridwan Rp 160,5 juta, Mahdi Aris Rp 96,6 juta, Suharlan Rp 103,7 juta, Ricky Rachmawanto Rp 116,9 juta, Wardoyo Rp 72,6 juta, Muhammad Abduh Rp 94,5 juta dan Ramadhan Ubaidillah Rp 135,5 juta.
Perbuatan para terdakwa, diyakini sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e UU RI nomor 20 tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pilihan Editor: Daftar Koruptor Pengepul Uang Pungli di 3 Rutan KPK