TEMPO.CO, Jakarta - Azhar, Vatra, dan Rafiq, mahasiswa Universitas Pancasila, mendatangi Polda Metro Jaya pada Jumat, 23 Agustus 2023. Ketiga mahasiswa itu menuntut pembebasan rekan mereka yang ditangkap saat unjuk rasa menolak RUU Pilkada di depan Gedung DPR pada sehari sebelumnya.
Rafiq menjelaskan bahwa temannya ditangkap setelah selesai menunaikan salat maghrib. "Teman saya izin untuk salat Maghrib. Setelah salat, dia ditangkap oleh polisi," ujarnya.
Vatra menambahkan bahwa situasi menjadi kacau ketika gas air mata ditembakkan dan polisi mulai menyapu area tempat mereka berkumpul. "Ada chaos, beberapa mahasiswa di dalam dan ada yang di luar. Setelah situasi aman, saya suruh mereka keluar, tetapi polisi langsung melakukan sweeping," ujarnya.
Rafiq menceritakan bahwa dia ditendang di bagian perut oleh polisi. "Teman-teman sudah berencana untuk pulang setelah ada kabar RUU Pilkada sudah dibatalkan, tetapi polisi menyerang. Beberapa teman dari Universitas Pancasila terkena peluru gas air mata dan harus dilarikan ke IGD," kata Rafiq.
Aksi unjuk rasa pada Kamis, 22 Agustus 2024, di depan gedung DPR merupakan bagian dari protes besar-besaran yang digelar di berbagai kota besar di Indonesia. Demonstrasi tersebut dipicu oleh keputusan panitia kerja (panja) Badan Legislasi DPR yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dalam UU Pilkada.
MK sebelumnya telah menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah, memungkinkan partai politik atau koalisi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD untuk mencalonkan kandidat, asalkan memenuhi persyaratan suara yang ditetapkan. Namun, revisi yang dilakukan DPR dianggap mengabaikan putusan MK tersebut, memicu kemarahan mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya. Dalam protes ini, seorang mahasiswa dari Universitas Pancasila ditangkap, memicu kekhawatiran di kalangan mahasiswa lainnya yang datang ke Polda Metro Jaya untuk menuntut pembebasannya.
Pilihan Editor: Sidang Harvey Moeis, Saksi Ungkap Banyak Tambang Ilegal di IUP PT Timah