TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan telah mengumpulkan data, melakukan analisis, hingga berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk mendalami soal siapa pihak yang memobilisasikan para pelajar untuk berdemonstrasi kawal putusan MK pada Kamis, 22 Agustus dan Jumat, 23 Agustus 2024.
"Nanti didalami dengan data yang kami terima," kata Komisioner KPAI, Slyvana Maria Apituley, saat konferensi pers di kantornya pada Rabu, 28 Agustus 2024.
Slyvana enggan mengungkap data temuan mereka.Sebab hingga saat ini pihaknya masih menerima aduan terkait kekerasan oleh kepolisian yang dialami oleh para pelajar pada aksi demonstrasi depan Gedung DPR dan juga di sejumlah kota itu.
KPAI juga berkoordinasi secara intensif dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS0, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.(YLBHI) terkait perlindungan anak pada situasi darurat. "Ada pendampingan hukum bagi anak," jelas ketua KPAI, Ai Maryati Solihah.
Ratusan pelajar yang ikut aksi tolak revisi Undang-Undang Pilkada pada 22 dan 23 Agustus 2024, sebagian besar karena dimobilisasi secara langsung melalui grup WhatsApp, dari teman-teman sesama pelajar, hingga alumni, untuk melinat keramaian, dan tidak tahu apa tujuannya. “Ada juga alumni sekolah tertentu menggerakkan adik-adiknya,” tutur Slyvana.
Selain itu, ada yang mem-framing melalui media sosial Instagram, agar para siswa yang tidak bisa mengikuti aksi secara langsung, bisa bergerak melalui akun sosial media. “Bahkan ada tagar-tagar yang mengarah ke mobilisasi ini,” jelas Sylvana.
Ratusan siswa itu datang di sore hari, langsung membawa bambu, dan helm. di mana jam tersebut adalah waktu mengarah ke chaos atau kekacauan.
KPAI mengimbau berbagai pihak agar tidak melibatkan para pelajar dalam aksi demonstrasi.
Pilihan Editor: KPAI Ungkap Aksi Brutal Polisi Hadapi Demonstran Anak-anak: Dipukul, Dicekik, Tak Diberi Makan Saat Diperiksa