TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menanggapi penolakan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap seluruh calon hakim agung usulan Komisi Yudisial (KY). Alasan DPR karena ada dua calon hakim agung yang tidak memenuhi syarat.
Usman mengatakan, DPR seharusnya memperhatikan prinsip-prinsip dasar kemerdekaan peradilan. Sehingga orang-orang yang dipilih menjadi hakim agung harus lah orang-orang yang berintegritas dan cakap, dengan pelatihan atau kualifikasi di bidang hukum.
"Setiap metode pemilihan hakim harus terjaga dan terlindungi dari penunjukan hakim dengan motif yang tidak pantas, termasuk politisasi yang berpihak pada kepentingan partisan," kata Usman kepada Tempo, Kamis malam, 29 Agustus 2024.
Dalam pemilihan hakim, kata Usman, tidak boleh ada diskriminasi terhadap seseorang atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pendapat politik atau lainnya, asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya, termasuk pandangan atau preferensi politik calon hakim.
"Selama ini proses seleksi masih terkesan kurang memperhatikan prinsip-prinsip PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang kemerdekaan peradilan," ujar Usman. "Hal itu mutlak harus diperbaiki."
Sebelumnya, komisi hukum DPR menolak menjalankan fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan terhadap sembilan calon hakim agung dan tiga hakim ad hoc hak asasi manusia (HAM) yang diusulkan KY.
Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto, mengatakan keputusan ini berdasarkan pandangan fraksi-fraksi. "Komisi III DPR RI tidak memberikan persetujuan secara keseluruhan terhadap calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM pada Mahkamah Agung tahun 2024 yang diajukan oleh Komisi Yudisial kepada DPR RI dengan nomor surat 1653/PIM/RH.01.07/07/2024," kata Bambang dalam rapat pengambilan keputusan di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu, 28 Agustus 2024.
Keputusan ini diambil setelah DPR menemukan ada dua calon hakim agung, yaitu Hari Sih Advianto dan Tri Hidayat Wahyudi yang belum memenuhi syarat menjadi hakim selama 20 tahun sesuai aturan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung (UU MA).
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding mengatakan, memang ada beberapa nama yang tidak memenuhi syarat berdasarkan Pasal 7 Undang-undang 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Ia menyebut ada langkah diskresi yang dilakukan KY sehingga meloloskan dua calon hakim agung tersebut.
"Ketika kita bicara masalah diskresi, saya kira ini bukanlah pada tempatnya diberlakukan dalam pengusulan hakim agung ini," kata Sarifuddin.
Sementara itu, Komisi Yudisial dalam keterangan resminya mengatakan diskresi itu diambil dalam rapat pleno. Sebab, belum ada hakim pajak yang bertugas selama 20 tahun. Ini lantaran pengadilan pajak baru berdiri pada 2002.
Berikut adalah sembilan nama calon hakim agung:
I. Kamar Pidana
1. Abdul Azis - Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Medan
2. Annas Mustaqim - Hakim Tinggi Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI
3. Aviantara - Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Manado
II. Kamar Perdata
Ennid Hasanuddin - Panitera Muda Perdata Mahkamah Agung RI
III. Kamar Agama
Muhayah - Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Samarinda
IV. Kamar Tata Usaha Negara
Mustamar - Inspektur Wilayah III Badan Pengawasan Mahkamah
V. Kamar Tata Usaha Negara (Khusus Pajak)
1. Diana Malemita Ginting - Auditor Utama pada Inspektorat II Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan
2. Hari Sih Advianto - Hakim Pengadilan Pajak
3. Tri Hidayat Wahyudi - Hakim Pengadilan Pajak
Adapun nama tiga calon hakim ad hoc HAM adalah:
1. Agus Budianto - Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan
2. Bonifasius Nadya Arybowo - Hakim Ad Hoc Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung
3. Mochammad Agus Salim - Dosen S-2 Fakultas Hukum Universitas Trisakti
Pilihan Editor: Polda Jateng Temukan 19 Mobil Curian dari Dua Penadah di Sukoharjo