TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani mempertanyaakan legal standing Maskota, orang yang melaporkan Muhammad Said Didu ke Polres Kota Tangerang atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Adapun pelaporan itu didasarkan atas kritikan Said Didu terhadap pembebasan lahan dalam pengembangan kawasan mega Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK 2). "Tidak memiliki relevansi hukum atau legal standing atau kedudukan sebagai korban," ujar Julius kepada Tempo, 2 September 2024.
Sebelumnya, Said Didu melontarkan kritik lewat media sosial tentang ketidakadilan dalam penggusuran di sembilan Kecamatan di Kabupaten Tangerang dan Serang. Lokasi yang digusur itu akan digunakan untuk pelaksanaan proyek strategis nasional PIK-2.
Dalam kritiknya, Said Didu tidak pernah menyinggung nama Maskota. Pelapor diketahui merupakan Kepala Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia (APDESI) Kabupaten Tangerang.
Menurut Julius, dalam kasus tersebut seharusnya laporan Maskota tidak bisa diterima penyidik. Alasannya, ia tidak memiliki relevansi hukum atas kritikan yang digaungkan Said. "Secara hukum jelas nggak bisa, tapi problemnya kemudian siapa yang membantu akses pelaporan itu hingga dapat diterima penyidik," ujar Julius.
Saat ini kasus Said sudah naik ke tahap penyidikan. Ia dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 28 Ayat 2 atau Pasal 28 Ayat 3 UU ITE tentang penyebaran informasi yang sifatnya menghasut dan menimbulkan kebencian serta penyebaran berita bohong. Dan atau Pasal 310, Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik. Menurutnya laporan itu adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh Konstitusi.