Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Surat dari Anak Munir Said Thalib: Puzzle Memoria Abah

image-gnews
Aktivis HAM Munir Said Thalib tewas dalam pesawat rute Singapura-Belanda pada 7 September 2004. Dugaan awal, Munir meninggal akibat sakit. Namun pada 12 November 2004, Badan Forensik Belanda mengeluarkan hasil autopsi bahwa Munir diracun. Pembunuhan berencana itu terungkap setelah dilakukan penyelidikan secara forensik. Dok.TEMPO/Bernard Chaniago
Aktivis HAM Munir Said Thalib tewas dalam pesawat rute Singapura-Belanda pada 7 September 2004. Dugaan awal, Munir meninggal akibat sakit. Namun pada 12 November 2004, Badan Forensik Belanda mengeluarkan hasil autopsi bahwa Munir diracun. Pembunuhan berencana itu terungkap setelah dilakukan penyelidikan secara forensik. Dok.TEMPO/Bernard Chaniago
Iklan

TEMPO.CO, JakartaMunir Said Thalib, pejuang hak asasi manusia itu diracun di atas langit Rumania 7 September 2004 silam. Dua dekade kepergiannya memberi rasa kehilangan mendalam yang terasa hingga kini. Luka itu nyata, terutama bagi seorang anak yang pada akhirnya tidak pernah benar-benar mengenal sosok seorang ayah.

Saya anak itu, Diva Suukyi. Abah dibunuh saat saya berusia dua tahun. Saya selalu membayangkan kehangatan, perhatian, dan kasih sayang seorang ayah yang tidak pernah didapatkan. Ini menyesakkan jiwa.

Saya masih terlalu kecil untuk mengerti apa yang terjadi. Namun, lewat cerita-cerita ibu dan orang-orang yang mengenalnya, saya mulai memahami betapa pentingnya perjuangan yang abah lakukan. Ia adalah sosok yang berani bersuara di tengah ketidakadilan, berjuang demi tegaknya kebenaran, meski itu berarti mempertaruhkan nyawanya sendiri.

Hasil autopsi mengungkapkan abah diracun dengan arsenik. Racun ini ditemukan di jus jeruk yang diminumnya di pesawat Garuda Indonesia. Sebuah fakta yang mengejutkan kami semua.

Pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk menyelidiki kematian abah. Tim mulai bekerja pada Desember 2004 hingga Juni 2005. Pada akhirnya, para pelaku seperti Indra Setiawan, Rohainil Aini, dan Pollycarpus Budihari Priyanto ditangkap dan diadili. Namun, banyak pertanyaan masih belum terjawab mengenai siapa dalang utama di balik pembunuhan abah.

Di masa pemerintahan SBY pula, Komisi Informasi Publik memutuskan bahwa dokumen TPF harus dipublikasikan, tetapi keputusan tersebut tidak pernah dilaksanakan.

Rezim berganti. Harapan kembali muncul saat Joko Widodo menjadi orang nomor satu di republik ini. Ia memerintahkan Jaksa Agung untuk menyelesaikan kasus abah dan berjanji di depan 22 pengacara serta pakar hukum dan HAM akan menuntaskannya.

Nyatanya janji tinggal janji yang sampai sekarang tidak ada implementasinya. Dokumen TPF diketahui hilang. SBY mengklaim telah mengirimkan salinan dokumen tersebut kepada pemerintahan selanjutnya. Namun, lagi-lagi usaha tersebut tidak membuahkan hasil.

Kini Komnas HAM sedang melakukan penyelidikan pro yustisia agar kasus ini diakui sebagai pelanggaran HAM berat yang tidak mengenal kedaluwarsa. Karena pembunuhan abah melibatkan negara dan badan intelijen.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seharusnya, Komnas HAM sudah memutuskan ini sebagai kasus pelanggaran HAM berat sejak lama. Semoga saja penundaan yang dilakukan lama tidak berarti menunda keadilan bagi korban.

Selama bertahun-tahun, keluarga kami bersama dengan para aktivis terus mendesak pemerintah untuk transparan dan serius dalam menangani kasus ini. Hilangnya dokumen-dokumen penting terkait penyelidikan menimbulkan kecurigaan dan kemarahan publik, menjadi simbol dari lambatnya penegakan hukum di negeri ini.

Meskipun sudah berlangsung lama, desakan agar kasus ini diungkap tuntas tidak pernah surut. Berbagai aksi dan kampanye terus dilakukan oleh masyarakat sipil sambil berharap keadilan bisa ditegakkan. Bukan hanya untuk abah, tetapi juga untuk semua korban pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.

Berbagai upaya telah dilakukan dan kami masih menghadapi kenyataan bahwa keadilan untuk abah belum sepenuhnya tercapai. Namun, sebagai anak, saya merasa penting untuk terus menjaga api perjuangan ini tetap menyala.

Bagi kami, kasus abah bukan hanya tentang keadilan untuk satu orang, tetapi juga tentang harapan untuk perubahan yang lebih besar. Kami berharap melalui perjuangan ini, Indonesia bisa menjadi negara yang lebih adil, di mana hak asasi manusia dihormati dan dilindungi.

Ketika melahirkan saya dan kakak, orang tua kami bermimpi agar ruang demokrasi dan penegakkan HAM di Indonesia menjadi lebih baik. Namun, hari ini kita mengalami kenyataan pahit.

Mendung ketidakadilan boleh terus menggelayuti demokrasi dan penegakan HAM. Namun, kami akan terus berjuang dan bersolidaritas menyalakan lilin semangat perjuangan. Abah mungkin tiada, tetapi abah akan tetap berlipat ganda di jiwa juang kami.

Pilihan Editor: Dua Dekade Pembunuhan Munir, Amnesty: Negara Enggan Tuntaskan Kasus dan Tegakkan Keadilan

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kominfo: Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE Tidak Melanggar HAM

1 hari lalu

Kegiatan diskusi membahas tentang implementasi UU ITE bersama Kominfo di Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024. TEMPO/Ridho Fadila
Kominfo: Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE Tidak Melanggar HAM

Kementerian Kominfo memastikan pencantuman pasal pencemaran nama baik pada perubahan kedua UU ITE sudah sesuai dan tidak melanggar HAM.


KontraS Catat Ada 64 Kasus Kekerasan TNI terhadap Warga Sipil dalam Setahun Terakhir

7 hari lalu

Koordinator Badan Pekerja KontraS, Dimas Bagus Arya, saat ditemui usai peluncuran Laporan Hari Bhayangkara pada Senin, 1 Juli 2024 di Jakarta Pusat. TEMPO/Amelia Rahima Sari
KontraS Catat Ada 64 Kasus Kekerasan TNI terhadap Warga Sipil dalam Setahun Terakhir

KontraS: sebanyak 64 peristiwa tersebut menyebabkan 75 orang luka-luka dan 18 orang tewas.


Panglima TNI Minta Komandan Satuan Beri Penyuluhan Hukum dan HAM ke Prajurit

8 hari lalu

Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto ditemui seusai menggelar doa bersama dengan anak yatim-piatu menjelang HUT ke-79 TNI, di Lapangan Silang Monas, Jakarta pada Kamis, 3 Oktober 2024. Tempo/Novali Panji
Panglima TNI Minta Komandan Satuan Beri Penyuluhan Hukum dan HAM ke Prajurit

Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, meminta komandan satuan untuk memberikan penyuluhan tentang hukum dan hak asasi manusia (HAM) ke prajurit TNI.


Elsam Ingatkan Anggota DPR Baru soal Isu HAM dalam Realisasikan RPJMN

11 hari lalu

Anggota DPR terpilih sekaligus penyanyi Ellfonda Mekel atau Once Mekel (ketiga kanan) dan komedian Denny Wahyudi atau Denny Cagur (keempat kanan) mengikuti Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan bagi Calon Anggota DPR dan DPD RI Terpilih Periode 2024-2029 di Jakarta, Sabtu 21 September 2024. Sebanyak 580 calon anggota DPR terpilih dan 152 calon anggota DPD terpilih mengikuti pemantapan nilai kebangsaan yang diselenggarakan KPU bersama Lemhannas menjelang pelantikan pada 1 Oktober 2024 mendatang. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Elsam Ingatkan Anggota DPR Baru soal Isu HAM dalam Realisasikan RPJMN

Dalam RPJMN 2025-2045 masalah hak asasi manusia atau HAM menjadi salah satu fundamen yang mengisinya.


Menang di MA, Fatia dan Haris Azhar Minta Investigasi Dugaan Konflik Kepentingan Luhut di Papua

17 hari lalu

Caption:Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutuskan Haris Azhar dan Fatia bebas tidak bersalah, Senin, 8 Januari 2024.  Foto: Yudi Purnomo Harahap
Menang di MA, Fatia dan Haris Azhar Minta Investigasi Dugaan Konflik Kepentingan Luhut di Papua

Kemenangan ini tidak hanya mengakhiri proses hukum terhadap mereka, tapi juga membuka kembali isu dugaan conflict of interest Luhut di Papua.


Peneliti dan Pegiat HAM Dorong Penerapan Soft Approach jadi Upaya Prioritas Tangani Konflik Papua

17 hari lalu

Panglima Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka atau TPNPB-OPM dari Komando Daerah Pertahanan III Ndugama-Derakma, Egianus Kogoya sesaat sebelum pembebasan Pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens. Foto: TPNPB-OPM
Peneliti dan Pegiat HAM Dorong Penerapan Soft Approach jadi Upaya Prioritas Tangani Konflik Papua

Keberhasilan pendekatan soft approach dalam penanganan konflik dinilai bukan hanya terjadi di Papua kali ini saja.


Kisah di Balik Pembebasan Pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens

20 hari lalu

Kondisi terkini pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, yang disandera Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Foto: TPNPB-OPM
Kisah di Balik Pembebasan Pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens

Setelah disandera selama sekitar 20 bulan oleh TPNPB-OPM, pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, akhirnya dibebaskan pada Sabtu, 21 September 2024.


Komnas HAM Sebut Kepolisian Aktor Paling Sering Muncul di Kasus Dugaan Pelanggaran HAM

22 hari lalu

Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah memaparkan catatan penegakan hak asasi manusia (HAM) sepanjang 2023 di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis 25 Januari 2024. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin.
Komnas HAM Sebut Kepolisian Aktor Paling Sering Muncul di Kasus Dugaan Pelanggaran HAM

Komnas HAM kembali menyoroti kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian selama aksi Peringatan Darurat Kawal Putusan MK pada akhir Agustus lalu


Alasan Rapat Paripurna DPR Tolak Usulan 12 Calon Hakim Agung yang Diajukan KY

31 hari lalu

Tangkapan layar - Ketua DPR RI Puan Maharani saat memimpin Rapat Paripurna DPR RI Ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 10 September 2024. ANTARA/Youtube DPR RI
Alasan Rapat Paripurna DPR Tolak Usulan 12 Calon Hakim Agung yang Diajukan KY

Komisi III DPR menemukan dua dari 12 calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM terbukti tidak memenuhi persyaratan.


20 Tahun Berlalu, Ini 7 Kejanggalan Kasus Kematian Munir

33 hari lalu

Aktivis yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) melakukan aksi Peringatan 19 Tahun Pembunuhan Munir di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis 7 September 2023. Kasus pembunuhan Munir Said Thalib  sudah 19 tahun berlalu, namun masih mengundang tanda tanya besar, mengapa dalang pembunuhnya masih belum juga ditangkap dan diadili. TEMPO/Subekti.
20 Tahun Berlalu, Ini 7 Kejanggalan Kasus Kematian Munir

Setelah dua dekade, kasus kematian Munir masih belum menemukan titik terang. Berbagai kejanggalan menyertai hingga saat ini.