TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse dan Kriminal Polri Brigadir Jenderal Himawan Bayu Aji mengatakan kepolisian kesulitan menindak bandar judi online karena situs dan aplikasi selalu muncul dengan beragam nama. “Setiap kami lacak aset dan muaranya dari IP (internet protocol) tapi selalu ke luar negeri karena servernya di luar negeri,” kata Bayu, Selasa, 14 Juli 2024.
Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) menegaskan penolakan seluruh praktik yang berkaitan dengan judi online, termasuk dalam segala jenis layanan keuangan digital. Ketua umum AFTECH, Pandu Sjahrir menyatakan kesepakatannya untuk berkomitmen penuh dalam kolaborasi bersama Kemenkominfo dalam menciptakan ekosistem keuangan yang bersih dari penipuan judi online.
Fenomena maraknya judi online di Indonesia dalam kurun beberapa tahun terakhir membuat pemerintah akhirnya turun tangan. Presiden Joko Widodo atau Jokowi kemudian membentuk satuan tugas atau Satgas Judi Online sebagai upaya pemberantasan pada Juni lalu. Satgas ini diberi waktu tugas enam bulan. Namun, pemberantasan judi online tampaknya membutuhkan perjalanan panjang.
Adapun Satgas Judi Online bekerja di bawah pengawasan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam menjalankan tugas, satgas ini terdiri dari dua divisi. Yaitu bidang pencegahan di bawah wewenang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan bidang penindakan di bawah wewenang Kepolisian Republik Indonesia atau Polri.
Butuh perjalanan panjang lantaran pada praktiknya,m kerja Satgas Judi Online menemui banyak aral. Divisi pencegahan memang menunjukkan hasil positif, di mana sejauh ini mereka dilaporkan berhasil menekan angka akses masyarakat terhadap situs judi online hingga 50 persen. Berdasarkan laporan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) pada periode Juli.
“Sesuai data dari PPATK di 2024 intervensi Satgas telah berhasil menurunkan 50 persen akses masyarakat terhadap judi online,” kata Ketua Harian Bidang Pencegahan Satgas Judi Online, yang juga Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, pada Kamis, 25 Juli 2024.
Namun, kendati berjuta-juta situs-situs judi online berhasil diblokir oleh bidang pencegahan, nyatanya bidang penindakan tak mampu mengungkapkan dan membereskan siapa bandar di balik maraknya bisnis haram ini di Indonesia. Polisi bagai tak berdaya. Ini ibarat membersihkan sampah tetapi membiarkan sumber sampahnya. Alhasil, judi online tetap merajalela.
Koran Tempo edisi Rabu, 17 Juli 2024 melaporkan, kendala mustahil menjaring bandar judi online lantaran bisnis ini dikendalikan dari lain negara. Berdasarkan pelacakan aset, divisi penindakan Satgas Judi Online menemukan bahwa Internet protocol address atau IP situs judi online yang beroperasi di Indonesia, servernya sebagian besar berada dari luar negeri.
“Kami lacak aset dan muaranya dari IP (Internet protocol address), tapi itu selalu ke luar negeri karena servernya di luar negeri,” kata Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Kepolisian RI Brigadir Jenderal Himawan Bayu Aji, Selasa, 16 Juli 2024.
Menurut Himawan, Polri tak mungkin bergerak sendiri dalam menindak para bandar, sebab perlu melibatkan beberapa pemangku kepentingan untuk mendapatkan solusi terbaik. Paling tidak, kata dia, untuk menangkap seseorang yang berada di luar negeri, Polri mesti bekerja sama dengan kepolisian di negara tempat pelaku bersembunyi. Upaya diplomasi antar- pemerintah juga diperlukan, apalagi regulasi judi yang berbeda.
“Servernya ada di sana, IP-nya ada di sana, regulasinya berbeda,” ujarnya.
Pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, berpendapat sama dengan Himawan Bayu Aji. Menurut dia, penindakan bandar judi online tidak bisa dilakukan begitu saja karena setiap negara memiliki aturan berbeda. Di Indonesia judi merupakan perbuatan ilegal sementara di beberapa negara dilegalkan.
“Perbedaan negara menjadi hambatan karena sistem yang dianut,” katanya.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti juga mengatakan perbedaan aturan di tiap negara menjadi kendala utama dalam menindak bandar judi daring. Polri dituntut menjalin kerja sama dengan kepolisian di negara tempat bandar judi berada. Proses ini tentu memakan waktu. Apalagi bandar judi biasanya dilindungi pihak-pihak tertentu.
“Jadi, kerja sama dengan kepolisian di negara tertentu tidak menjamin bandar judi bisa ditindak. Polri dan kepolisian negara sahabat juga punya banyak tantangan,” ujar Poengky.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | M. FAIZ ZAKI | AISYAH AMIRA WAKANG | KORAN TEMPO
Pilihan Editor: Serba-serbi Ungkap Kasus Judi Online, Betulkah Milik Orang Indonesia Meski Server di Kamboja?