TEMPO.CO, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta akan menolak usulan penyertaan modal daerah (PMD) untuk PT Mass Rapid Transit atau MRT Jakarta dan PD Sarana Jaya. Kedua perusahaan ini adalah badan usaha milik daerah (BUMD) Pemerintah DKI Jakarta.
“Kalau melihat situasi seperti ini, Komisi C kecenderungannya melakukan penolakan PMD bagi perusahaan daerah yang usulannya bareng," kata Ketua Komisi C DPRD DKI, Santoso di Jakarta pada Rabu 24 Oktober 2018.
Baca juga: PT MRT Ajukan Suntikan Modal Rp 4,4 Triliun di 2019, untuk Apa?
Santoso memberikan dua alasan penolaka. Pertama, penambahan modal bagi BUMD tak boleh melebihi plafon anggaran yang tertera dalam peraturan daerah. Artinya, peraturan daerah harus direvisi terlebih dulu jika BUMD memerlukan dana tambahan lebih besar dari plafon.
Pada rapat hari ini, dua BUMD tersebut mengusulkan PMD untuk dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2019.
Asalan kedua, kata Santoso, seharusnya perubahan modal yang dibahas dalam revisi peraturan daerah rampung terlebih dulu. Setelah itu, BUMD baru dapat mengusulkan PMD untuk menyerap tambahan modal.
“Tapi saat ini yang dilakukan oleh eksekutif itu linear. Usul perubahan modal terus minta juga penyertaan modal," ujar Santoso.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William P. Sabandar mengusulkan PMD untuk dianggarkan dalam APBD 2019 sebesar Rp 4,4 triliun. PT MRT Jakarta bakal menyerap Rp 4,3 triliun untuk melunasi proyek MRT fase pertama pada Maret 2019. Sementara Rp 35 miliar untuk memulai fase kedua MRT.
Artinya, PMD PT MRT menjadi Rp 15,3 triliun jika anggota dewan menyetujui usulan tersebut. Sementara plafon modal untuk PT MRT yang tertuang dalam peraturan daerah, yakni Rp 14,6 triliun.
Hal serupa juga terjadi pada PD Sarana Jaya. Direktur Utama PD Sarana Jaya Yoory C. Pinontoan meminta tambahan modal sebesar Rp 600 miliar. Uang itu digunakan untuk membeli alat produksi baru.
Simak juga: Delapan BUMD Ajukan PMD, Anies Baswedan Beri Sinyal Positif
Sebelumnya, Sarana Jaya mengusulkan PMD sebesar Rp 5,3 triliun untuk menggarap proyek Tanah Abang dan rumah DP nol rupiah. Sementara itu, Sarana Jaya telah menyerap modal Rp 2 triliun tahun ini.
Karena itu, Sarana Jaya sudah mengajukan revisi peraturan daerah agar modal perusahaan berubah dari Rp 2 triliun menjadi Rp 10 triliun. PT MRT Jakarta juga mengalami masalah yang sama dengan Sarana Jaya.