TEMPO.CO, Bekasi - Pemerintah Kota Bekasi mulai menerapkan rujukan berjenjang bagi pasien pengguna Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK). Walhasil, masyarakat yang memiliki jaminan kesehatan daerah tersebut tak lagi bebas berobat ke seluruh rumah sakit swasta yang telah bekerja sama dengan pemerintah baik di dalam kota maupun di luar kota.
Baca juga: Kartu Sehat Bekasi, Rahmat Effendi: Sakit Ringan di Puskesmas
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Islam ,45 (Unisma) Bekasi, Adi Susila, menyayangkan kebijakan yang ditempuh Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. "Dari sisi warga, menurut saya, ini penurunan kualitas pelayanan dari Pemerintah Kota Bekasi," kata Adi Susila kepada Tempo, Senin, 5 November 2018.
Sejumlah pemegang kartu sehat milik pemerintah daerah saat ditemui Tempo mengaku kecewa dengan perubahan prosuder tersebut. Sebab, untuk berobat ke rumah sakit terdekat dari kediamannya, mereka harus membawa surat rujukan dari Puskesmas. "Saya ke Puskesmas, malah tidak dikasih, karena petugas bilang saya masih sehat bugar," kata Rosi, warga Bekasi Timur.
Agar tak dianggap pelayanan kesehatan dari pemerintah menurun, menurut Adi, jumlah Puskesmas harus ditingkatkan. Sebab, 41 puskesmas yang ada tak sebanding dengan jumlah penduduk yang mencapai 2,6 juta jiwa. Dari jumlah itu, lima di antaranya melayani rawat inap. "Kualitas juga harus ditingkatkan, kalau bisa Puskesmasnya juga ada fasilitas rawat inap," ujar Adi.
Namun dari sisi pemerintah, Adi menilai, adanya pembenahan sistem. Karena sistem lama tidak efisien dari sisi keuangan. Apalagi, secara umum kebijakan kartu sehat ini dobel kegiatan, karena di pusat kan sudah ada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). "Idealnya kartu sehat ini bisa saling melengkapi dengan JKN," ujar Adi.
Baca juga: Pasien Dirujuk ke Puskesmas, Warga Bekasi: Kartu Sehat Tak Sakti
Anggota Komisi 4 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi, Ahmad Ustuchri, mengatakan perubahan sistem pada Kartu Sehat tersebut harus dibarengi dengan penyempurnaan pelayanan sebagai bagian dari tata kelola pemerintahan yang baik.
"Dinas Kesehatan sebagai stekeholder semestinya lebih antisipatif, sehingga pelayanan lebih baik dan sempurna, baik dari segi kepuasan pasien maupun efisiensi anggaran," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.