TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Andi Andoyo, pengidap skizofrenia paranoid yang divonis 16 tahun penjara karena menikam seorang perempuan di Central Park Mall, Jakarta, telah melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) pada Senin, 15 Juli 2024.
Kuasa hukum Andi, Parluhutan Simanjuntak, menilai hakim melakukan pelanggaran berat karena tetap memvonis terdakwa yang terbukti menderita gangguan jiwa berat.
Dalam surat yang diterima Tempo, Luhut melaporkan dugaan pelanggaran itu kepada Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI dengan Terlapor Majelis Hakim Perkara Pidana No. 150/Pid.B/2024/PN Jkt.Brt.
“Perihal: laporan pelanggaran berat oleh majelis hakin pada putusan perkara pidana No.150/Pid.B/2024/PN.Jkt.Brt tanggal 8 Juli 2024, dengan melakukan penyimpangan terhadap ketentuan pasal 44 KUHP,” demikian tertulis dalam laporan itu, dikutip Selasa, 16 Juli 2024.
Luhut menjelaskan tiga dasar pelaporan ke MA dan KY tersebut. Pertama, kata dia, putusan hakim tak sesuai dengan Pasal 44 KUHP yang menyatakan orang yang mengalami gangguan jiwa tidak dapat dipidana meski perbuatannya jelas-jelas menyalahi aturan.
Kedua, hakim tidak mempertimbangkan hasil visum et repertum psychiatricum (VeRP) dari dokter spesialis kedokteran jiwa Henny Riana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I.
Ketiga, pernyataan dokter Henny Riana —ahli jiwa yang membuat VeRP, yang diabaikan dalam persidangan sebagai saksi ahli. Luhut menyebut, hakim atau jaksa sudah mendengar bahwa terdakwa mengalami gangguan jiwa berat. "Tapi semua diabaikan majelis hakim, ini sangat-sangat menyimpang. Majelis hakim tidak mempertimbangkan keterangan ahli yang membuat visum yang dihadirkan dalam persidangan," tuturnya.
Berdasarkan hasil VeRP terhadap Andi, terdapat tiga kesimpulan. Pertama, Andi mengidap gangguan jiwa berat, Skizofrenia Paranoid. Kedua, perbuatan pelanggaran hukum yang diduga dilakukan merupakan bagian dari gejala gangguan jiwanya. Ketiga, Andi memerlukan perawatan psikiatri untuk mengatasi gejalanya dan pengawasan ketat guna mencegah risiko membahayakan diri dan lingkungannya.
Sebelumnya, Kapolres Jakarta Barat Komisaris Besar Syahduddi mengatakan pelaku tak mengenal korban dan memilih orang secara acak untuk dibunuh. “Random saja," kata Syahduddi pada Selasa, 24 Oktober 2023.
Pernyataan Kapolres Jakbar tersebut dinilai Luhut merupakan bukti bahwa Andi Andoyo melakukan penikaman disebabkan gangguan jiwanya.
Alih-alih menjatuhkan hukuman, Luhut menilai, seharusnya hakim memerintahkan agar Andi masuk ke rumah sakit sesuai dengan pasal 44 KUHP ayat 2. Ayat tersebut berbunyi “Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipetanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan”.
MAULIANI MULIANINGSIH
Pilihan Editor: 3 Saksi LBH Padang Ungkap Bekas Kekerasan di Tubuh Afif Maulana