TEMPO.CO, Jakarta - Dunia pendidikan kedokteran Indonesia menjadi sorotan publik setelah terungkapnya kasus dugaan perundungan terhadap salah satu mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro hingga akhirnya bunuh diri. Setelahnya, kasus serupa juga terungkap terjadi di PPDS Universitas Padjajaran. Berikut rangkuman dari kasus perundungan terhadap mahasiswa PPDS yang terjadi di Indonesia:
Kasus Baru di Unpad
Baru-baru ini, kasus perundungan mahasiswa Kedokteran juga terjadi Universitas Padjadjaran. Diketahui, seorang dosen yang juga dokter spesialis atau konsulen dari FK Unpad mendapat hukuman dari Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
“Kita lihat bahwa pelanggarannya berat jadi sepakat dengan Dekan FK Unpad jadi yang bersangkutan tidak bisa praktik di sini lagi,” kata Direktur Utama RSHS Bandung, Rachim Dinata Marsidi saat dihubungi Tempo, Selasa 20 Agustus 2024.
Dihubungi terpisah, Dekan FK Unpad Yudi Mulyana Hidayat mengakui adanya kasus perundungan yang melibatkan seorang konsulen. Meski begitu, Yudi mengatakan dosen itu tidak akan sampai dipecat namun akan dibina. Adapun perkiraan hukumannya selama 6-12 bulan. “Karena RSHS sudah menentukan selama 6 bulan tidak boleh melakukan pelayanan, tapi dari kami sedang proses,” kata Yudi. Menurutnya kasus perundungan yang diproses sekarang ini merupakan yang pertama di kalangan dosen FK Unpad.
Sementara itu, FK Unpad juga memberikan sanksi kepada sebelas orang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS sejak 2022. Sebanyak enam orang di antaranya merupakan kelompok perundung. Para mahasiswa pelaku perundungan fisik dan verbal itu diganjar sanksi akademik mulai dari peringatan, perpanjangan masa studi, hingga sanksi berat berupa pemecatan yang diberikan kepada dua orang mahasiswa PPDS.
Update Kasus di Undip
Sebelumnya, kasus perundungan di kalangan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) ramai dibahas di media sosial karena kasus yang terjadi di Universitas Diponegoro. Adapun update kasus ini, Kepala Kepolisian Resor Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar mengatakan polisi telah membentuk tim untuk menyelidiki kematian ARL.
ARL merupakan mahasiswi Universitas Diponegoro (Undip) yang diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya. Perundungan itu diduga dilakukan saat melaksanakan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang, Jawa Tengah. “Kami sudah bentuk tim untuk menggali informasi terkait adanya dugaan perundungan,” kata Irwan di Markas Polres Semarang dikutip dari Antaranews, Senin, 19 Agustus 2024.
Irwan menjelaskan, tim yang dibentuk itu, nantinya akan menggali informasi dugaan perundungan yang dialami korban. Mereka akan meminta keterangan dari rekan korban, dokter, hingga orang tua korban dan saat ini tim juga sudah mulai bekerja.
Sebelumnya, ARL diketahui meninggal diduga bunuh diri di indekosnya, Jalan Lempongsari, Kota Semarang, Jawa Tengah dengan hasil visum ditemukan tiga luka yang diduga bekas suntikan.
Kasus Serupa di Berbagai Rumah Sakit
Selain dua kasus terbaru tadi, kasus perundungan di dunia kedokteran bukanlah hal baru di Indonesia. Pada 2023, Inspektorat Jenderal Kemenkes diketahui menerima sebanyak 91 aduan terkait kasus dugaan perundungan dari peserta didik tenaga kesehatan di sejumlah RS.
Setelah menerima aduan tersebut, pihak Inspektorat Kemenkes kemudian melakukan penelusuran dan menemukan sebanyak 44 laporan aduan yang terjadi di 11 RS di bawah kementerian telah divalidasi.
Setelah diinvestigasi lebih dalam, Kemenkes menemukan kasus dugaan perundungan peserta didik tenaga kesehatan di RSCM Jakarta, RSHS Bandung, dan RS Adam Malik Medan.
Kemenkes pun menindak tegas dengan memberikan sanksi teguran kepada tiga pimpinan RS tersebut. Tak hanya itu, Kemenkes juga meminta ketiga pimpinan RS tadi untuk memberikan sanksi kepada para pelaku perundungan.
Investigas Kemenkes juga menemukan beberapa jenis perundungan terhadap calon dokter dengan modus beragam.
"Mayoritas dari laporan perundungan terkait dengan permintaan biaya di luar kebutuhan pendidikan, pelayanan dan penelitian, serta tugas jaga di luar batas wajar,” ujar Inspektur Jenderal Kemenkes Murti Utami, Kamis, 17 Agustus 2023.
SUKMASARI | EKA YUDHA SAPUTRA | FATURAHMAN SOPHIAN | ANWAR SISWADI | INTAN SETIAWANTY | ANTARA
Pilihan Editor: Dekan FK Unpad Ungkap Aneka Faktor Kasus Perundungan Mahasiswa Calon Dokter Spesialis