TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Pangkalpinang menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada Toni Tamsil, yang dikenal juga sebagai Akhi, dalam sidang yang digelar pada Kamis, 29 Agustus 2024. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya meminta hukuman 3,6 tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa Toni Tamsil alias Akhi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja merintangi perkara korupsi dan menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun," ujar ketua majelis hakim Sulistiyanto saat membacakan putusan.
Hakim anggota, Dewi Sulistiarini, memiliki pandangan berbeda (dissenting opinion). Dia berpendapat bahwa Toni Tamsil tidak terbukti menghalangi penyelidikan kasus korupsi timah yang melibatkan kakaknya, Tamron Tamsil.
Dapat Keringanan Sebab Sopan Kala Persidangan
Menurut Sulistiyanto, hukuman yang dijatuhkan bertujuan agar Toni Tamsil tidak mengulangi perbuatannya serta memberikan efek jera. "Pemidanaan ini bertujuan untuk memberikan pembelajaran kepada masyarakat bahwa tindakan terdakwa adalah sesuatu yang salah dan diharapkan masyarakat tidak menirunya," kata Sulistiyanto.
"Pemberantasan tindak pidana korupsi membutuhkan partisipasi dalam pemberantasannya. Yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tipikor. Sedangkan yang meringankan terdakwa adalah bersikap sopan selama persidangan," ujar dia.
Sulistiyanto juga menegaskan bahwa vonis ini bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman korupsi, yang dinilai merugikan negara. Selain itu, hukuman terhadap Toni Tamsil diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan sehingga tercapai kesatuan dan kedaulatan bangsa.
Toni Tamsil Halangi Penyidikan
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan 16 tersangka terkait dugaan korupsi besar dalam sektor timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Dugaan korupsi ini diperkirakan telah merugikan negara sekitar Rp 271 triliun selama periode 2015-2022.
Kasus ini terungkap saat tiga direksi PT Timah menyadari bahwa produksi bijih timah mereka jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi perusahaan smelter swasta yang diduga melakukan penambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Alih-alih menindak perusahaan-perusahaan tersebut, PT Timah justru memilih untuk bekerja sama dengan para pemilik smelter yang melakukan penambangan ilegal. Sebagai bagian dari modus operandi ini, mereka bahkan mendirikan tujuh perusahaan boneka untuk menjalankan operasi di wilayah tersebut.
Kerja sama disembunyikan dengan surat kerja sama sewa smelter yang dibuat oleh para Direksi PT Timah. Dokumen lainnya yang dipegang oleh salah satu perusahaan swasta juga Surat Perintah Kerja (SPK) borongan pengangkutan sisa hasil mineral agar bijih timah yang ditampung dari perusahaan boneka terkesan legal.
Salah satu tersangka dalam kasus ini adalah Toni Tamsil, adik dari Tamron Tamsil yang juga terlibat dalam kegiatan penambangan ilegal. Toni diduga menghalangi proses hukum atau melakukan obstruction of justice selama penyelidikan terhadap saudaranya berlangsung.
Saat Tamron tengah diselidiki, Toni disebut tidak kooperatif, menyembunyikan dokumen penting, dan diduga sempat menyewa preman untuk mengintimidasi seorang jaksa yang berencana menggeledah kantor CV VIP, perusahaan terkait dengan Tamron.
Kuasa Hukum Toni Tamsil, Jhohan Adhi Ferdian, mengatakan akan mengajukan banding atas putusan yang diterima kliennya. "Keterangan dan pendapat dari ahli dan saksi kita tidak menjadi pertimbangan. Semuanya ahli dari JPU," ujar dia. "Ini sangat berat bagi terdakwa dan keluarga. Kita punya waktu 14 hari untuk melakukan banding."
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga tahun," ujar Wisnu.
Majelis hakim, kata Wisnu, juga menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa Toni Tamsil dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan menetapkan terdakwa tetap ditahan.
"Untuk barang bukti dalam perkara ini dikembalikan kepada penyidik untuk digunakan dalam perkara lain. Majelis membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp 5 ribu," ujar dia.
MICHELLE GABRIELA | SERVIO MARANDA | KRISNA PRADIPTA
Pilihan Editor: Toni Tamsil Divonis 3 Tahun Penjara, Ini Sikap Kejagung