TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) akhirnya buka suara soal laporan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri soal pencemaran nama baik. Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, menyatakan pihaknya tak melakukan pencemaran nama baik karena dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ghufron memiliki bukti yang kuat.
“Mengenai laporan, kami bertiga dilaporkan pencemaran nama baik. Jadi kami beritahu ya, perkaranya Pak Nurul Ghufron itu cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik,” kata Albertina dalam konferensi pers usai sidang putusan etik Nurul Ghufron di Gedung Dewas KPK, Jumat, 6 September 2024.
Saat ini, kata Albertina, pelanggaran kode etik yang dilakukan Ghufron sudah terbukti. Ghufron dijatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan penghasilan 20 persen.
"Nah sekarang Anda melihat sendiri bahwa terbukti kan? Nah terus bagaimana? Siapa yang mencemarkan nama baik sekarang ini? Kami yang mencemarkan nama baik? Atau kami yang dicermarkan nama baiknya?” kata dia.
Nurul Ghufron melaporkan tiga anggota Dewas KPK ke Bareskrim pada Mei lalu. Dia menilai Dewas melakukan pencemaran nama baik dan penyalahgunaan wewenang karena memproses pelanggaran kode etik yang dia lakukan.
Albertina kemudian menegaskan bahwa Dewas KPK berhak memeriksa Ghufron maupun pegawai KPK lainnya jika diduga melakukan pelanggaran etik. “Pasal 37 Undang-Undang 19 2019 jelas menyatakan Dewan Pengawas berwenang memeriksa dan menyidangkan pelanggaran kode etik. Nah kami periksa, kami sidangkan. Lalu apa penyalahgunaan wewenang yang dilakukan?," kata dia.
Dewas KPK sendiri baru mengumumkan sanksi terhadap Ghufron pada Jumat, 6 September 2024. Dalam putusannya Dewas menyatakan Nurul Ghufron terbukti melakukan pelanggaran kode etik karena menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi. Ghufron disebut melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf B Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.
Ghufron, menurut Dewas KPK, terbukti telah meminta bantuan kepada Plt Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, untuk membantu mutasi seorang aparatur sipil negara (ASN), bernama Andi Dwi Mandasari dari Inspektorat Kementan ke BPBD Jawa Timur.
Dewas KPK menilai Nurul Ghufron telah melakukan pelanggaran dengan mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung kepada Kasdi Subagyono, yang saat itu merupakan terdakwa dalam kasus gratifikasi dan pemerasan di lingkungan Kementan. Hubungan itu, menurut Dewas dilakukan tanpa sepengetahuan pimpinan KPK lainnya.
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam tulisan ini