Jaksa Meyer Volmar Simanjuntak mengatakan, hal yang memberatkan SYL adalah bekas menteri pertanian itu tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, bersama keluarga dan koleganya, Syahrul Yasin Limpo juga telah menikmati hasil uang haram tindak pidana korupsi.
“Tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa dengan motif yang tamak,” ujar Meyer saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 28 Juni 2024.
Tak hanya itu, jaksa juga meminta agar SYL membayar uang pengganti sebesar Rp 44,27 miliar (Rp 44.269.777.204) dan US$ 30 ribu, dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Menurut jaksa, salah satu hal yang memberatkan tuntutan terhadap SYL adalah motif tamak politikus tersebut dalam melakukan pemerasan. Selain itu, Jaksa KPK juga menilai SYL tidak berterus terang atau berbelit selama sidang, serta menciderai kepercayaan masyarakat Indonesia.
Sedangkan untuk hal-hal yang meringankan, antara lain karena SYL belum pernah dihukum dan berkontribusi dalam penanganan krisis pangan saat pandemi Covid-19. Selain itu, SYL bersama keluarganya juga telah mengembalikan sebagian uang dan barang dari hasil tindak pidana korupsi tersebut.
“Terdakwa telah berusia lanjut, 69 tahun, pada saat ini,” kata Jaksa Meyer saat menyebutkan salah satu hal yang meringankan tuntutan SYL.
Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu melakukan tindak pidana pemerasan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021-2023 Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan pada tahun 2023 Muhammad Hatta yang juga menjadi terdakwa. Keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain, untuk membayarkan kebutuhan pribadi dan keluarga Syahrul Yasin Limpo.
RADEN PUTRI | TIM TEMPO
Pilihan Editor: Top 3 Hukum: Saksi Aep di Kasus Pegi Setiawan Diduga False Confession, Rencana Kemenkes Usai Kosongkan Kantor PKBI