TEMPO.CO, Jakarta - Lenny Damanik termenung sambil memegangi foto anaknya MHS (15 tahun) yang diduga tewas karena disiksa anggota TNI di Medan, Sumatera Utara. Sembari terisak, Lenny menceritakan sosok almarhum putranya.
"Sehari-harinya anak saya ini anak yang baik, bisa diperintah, enggak mau melawan," ujar Lenny dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat pada Jumat, 2 Agustus 2024.
Bahkan, MHS tidak mau terlambat untuk pergi ke sekolah. Lenny menyebut anaknya itu sudah menyiapkan keperluan sekolah, seperti tas, sepatu, sejak malam hari. Peralatan sekolah itu disusun MHS di atas kursi.
"Setiap pulang sekolah, dia langsung pulang ke rumah. Kalau mau pergi keluar, dia harus permisi," ucap Lenny.
Menurutnya MHS jarang pergi keluar rumah. Putranya lebih sering bermain gawai hingga ketiduran. "Dia enggak mau keluyuran."
Pada hari kejadian MHS diduga tewas karena dianiaya anggota TNI, Lenny sedang berada di Siantar untuk menghadiri acara duka. MHS juga tidak ikut ke Siantar karena ada acara perpisahan di sekolahnya.
Lenny minta kasus penganiayaan anaknya itu diusut tuntas. "Harapan saya kepada pihak yang berwajib supaya mengusut kasus ini seadil-adilnya, karena harapan saya sudah hilang," ujar Lenny.
Kronologi Kejadian
Direktur LBH Medan Irvan Saputra menjelaskan kronologi tewasnya MHS. Kejadian ini terjadi pada Jumat, 24 Mei 2024 sekitar pukul 16.30. Pada sore itu, terjadi tawuran di bantaran rel kereta di Jalan Benteng Hulu, Tembung, Medan.
Pada saat tawuran terjadi, kebetulan MHS hendak mengambil uang di sebuah minimarket untuk membeli makan. Kemudian MHS melihat tawuran tersebut.
"Namun, ketika melihat beberapa menit di situ, ternyata ada penertiban yg dilakukan oleh tiga pilar," ujar Irvan.