TEMPO.CO, Jakarta - Mantan terpidana kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudiana, Saka Tatal, menceritakan keberadaan dirinya di malam kejadian, 27 Agustus 2016.
Saka Tatal, kala itu masih berusia 15 tahun. Setiap hari, mulai pada pukul 22.00 WIB hingga 22.30 WIB, ia berada di rumah saudaranya, Sadikun, bermain gitar dan berkumpul bersama teman-temannya.
Malam itu, tiba-tiba salah seorang teman bernama Irfan, tiba-tiba datang ke rumah Sadikun, memberi informasi jika motornya rusak. Ia meminta tolong kepada Sadikun dan Saka Tatal agar mengantarkannya ke bengkel.
Saat dalam perjalanan melewati jalan di bawah Flyover Talun, Saka melihat ke atas, ada banyak polisi berkerumun. "Dikira ada razia," kata Saka Tatal saat ditemui Tempo di Hotel Prima Cirebon, Kamis, 1 Agustus 2024.
Merasa tidak menggunakan atribut sepeda motor seperti helm dan tidak punya Surat Izin Mengemudi (SIM), akhirnya tiga remaja itu bergegas putar balik dan mengambil arah lain."Kita puter balik langsung lewat jalan tikus," ucap Saka. Saka dan dua kawannya tiba di bengkel sekitar pukul 02.00 WIB dinihari.
Setelah selesai memperbaiki motor Irfan, mereka bergegas kembali pulang, namun tidak melewati flyover Talun. Sore harinya, selepas Saka bangun tidur, ia mendengar kabar jika ada kejadian kecelakaan hingga meninggal dunia. "Di tempat itu yang pas Saka ngira ada razia," jelasnya.
Selanjutnya, pada Rabu, 31 Agustus 2016 sore, Saka diajak oleh temannnya bernama Aldi untuk membeli bensin motor. Awalnya Saka menolak ajakan Aldi, namun karena ingin bermain bola di dekat Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 11 Cirebon, akhirnya Saka menemani Aldi membeli bensin yang jaraknya tidak jauh dengan SMP 11 Cirebon.
Usai membeli bensin, Saka dan Aldi langsung menuju ke SMPN 11. Saat itu Saka melihat pamannya, Eka Sandi, dan teman-temannya sedang dipukuli oleh 4 orang pria yang diketahui itu adalah Rudiana dan 3 rekannya, sambil menggiring ke mobil.
Saka yang niatnya ingin menghampiri sang paman, tiba-tiba ikut terseret dan masuk ke dalam mobil bersama 7 orang lainnya. “Pintu belakang mobil dibuka dan sepanjang jalan terus kita dipukul,” jelas Saka.
Setelah tiba di Polres Cirebon Kota, Saka dan 7 orang lainnya langsung dibawa ke ruangan, yang diketahui itu adalah ruangan divisi narkoba. “Saka baru tahu kalau itu ruang narkoba,” tuturnya.
Pemukulan itu terus dilakukan. Di dalam ruangan, 8 orang ini dijejarkan dan dipaksa mengaku sambil dipukul. “Enggak tau disuruh ngaku aja. Tentang masalah apa juga enggak dikasih tahu,” kata Saka yang kini sudah berusia 23 tahun.
Di sela pemeriksaan, kata Saka, tiba-tiba Sudirman dan Jaya ditarik dan dibawa ke ruangan lain. Saat itu Saka tidak begitu memperhatikan mengapa hanya mereka berdua yang dipisah. Tidak lama setelah itu, mereka mendapatnformasi jika Sudirman dan Saka sudah mengaku yang mereka tidak tahu. “Dipukul masih terus sampai jam 12 malam,” tutur Saka.
Di persidangan 2016, Saka mengatakan, seluruh teman-temannya yang menjadi saksi alibi untuk membuktikan kebenaran dia tidak terlibat dan tidak di lokasi, sudah dihadirkan. Namun, hakim dan jaksa tidak mempercayai dan selalu mengacu kepada Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Kuasa hukum Saka Tatal, Titin Prialianti mengatakan, saat di persidangan 2016, ketika saksi alibi bercerita, hakim dan jaksa tidak mendengarkan seluruh pernyataan saksi alibi. “Kan Saka nya udah ngaku. Begitu terus jawabannya,” ucap Titin, Kamis.
Meski hanya Saka yang kala itu masih dibawah umur di banding 6 terpidana lainnya, perlakuan penyiksaan tetap sama. Bahkan, selama 8 tahun ia menjalani hukuman, Saka sering dipindahkan ke beberapa pembinaan khusus anak. Pertama di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), penjara pelabuhan Cirebon, LPKA Bandung. “Terakhir suruh ke Tangerang, tapi Saka nolak, enggak mau,” jelasnya.
Pilihan Editor: EKSKLUSIF: Iptu Rudiana Akui Liga Akbar Tidak Ada di Lokasi Tewasnya Vina dan Eky