TEMPO.CO, Depok - Kepala Kepolisian Resor Kota Depok Komisaris Besar Arya Perdana mengatakan sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) lintas provinsi di Depok telah memesan calon korban saat masih dalam kandungan. Mereka membandrol Rp 25 juta per bayi.
Para pelaku mendapatkan calon korbannya melalui iklan di Facebook. Saat ada yang tertarik, mereka langsung mengirimkan pesan untuk membuat janji dan kesepakatan. Setelah bayi lahir, kemudian diambil dan dibawa ke Bali.
"Pre order, ya kalau sudah hamil, sudah bikin perjanjian terlebih dahulu setelah lahir langsung dibawa ke sana," ujar konferensi pers di Aula Atmani, Senin, 2 September 2024.
Jajaran Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Depok menangkap delapan pelaku sindikat tindak pidana perdagangan orang atau TPPO jual beli bayi lintas provinsi.
Para tersangka yang ditangkap, yakni Rida Soniawati, 24 tahun; Apsa Nabillaauliyah Putri (22); Dayanti Apriyani (26); Muhammad Diksi Hendika (32); Suryaningsih (24); Dahlia (23); Ruddy Kelanasyah (30), dan I Made Aryadana (41).
Berdasarkan informasi, tersangka Made memberikan duit operasional kepada Rida dan Apsa untuk membeli bayi dengan nominal Rp 25 juta, dengan rincian Rp 15 juta diberikan ke orang tua bayi dan Rp10 juta untuk biaya persalinan dengan cara ditransfer. Sedangkan pelaku Made menjual bayi ke pengadopsi bayi senilai Rp 45 juta per bayi.
"Secara total belum tergambarkan kalau kami lihat mereka membeli Rp 10-15 juta, lalu jualnya Rp 45 juta bisa dikatakan per bayi Rp 20-25 juta," kata Arya.
Disinggung keterlibatan warga negara asing (WNA), Arya tidak menampik hal tersebut, sebab kejahatan perdagangan orang ini diatur Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 merupakan kejadian yang teroorganisir.
"Jadi pasti kejahatannya teroorganisir, artinya ada yang merekrut, menampung, mengurus transport dan teroorganisir dengan baik. keterlibatan orang asing disini belum kita temukan, tetapi memang dari penjual pangsa pasarnya ada orang asing," ujarnya. "Jadi kalau ada orang asing butuh jual ke mereka juga si pelaku ini," ucap Arya.
Kendati sindikat TPPO ini ditemukan di Bali, namun Arya mengakui bahwa tidak menutup kemungkinan bisa terjadi di mana saja dan pelakunya bisa siapa saja. "Terbukti ya, awalnya di Depok melintas ujungnya di Bali. Sementara ini kami temukan di Bali ini," ujar Arya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, lanjut Arya, pelaku dijerat Pasal 2 Undang-undang 21 Tahun 2007 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun kurungan dan denda paling banyak Rp 600 juta.
"Yang merekrut dan menjual itu ancamannya sama, yang urus transportasinya ancamannya sama," ucapnya. "Jadi itu pasal sedemikian rupa, bahkan yang membantu sekalipun ancaman hukumannya sama."
Pilihan editor: 700 Personel Gabungan Disiagakan untuk Amankan Kedatangan Paus Fransiskus di Bandara Soekarno-Hatta