TEMPO.CO, Jakarta - Nama Robert Bonosusatya, bos PT Refined Bangka Tin (PT RBT) disebut-sebut dalam sidang dakwaan perkara korupsi timah pada Rabu, 31 Juli 2024 di Pengadilan Tipikor Jakarta. Jaksa penuntut umum (JPU) menyebut Robert pernah bertemu dengan tersangka lainnya pada 2018.
Namun hingga saat ini Robert belum ditetapkan sebagai tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan penyidik harus memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka. Setidaknya harus ada dua alat bukti.
"Dalam hal ini, apakah pertemuan tersebut terindikasi yang bersangkutan terkait dengan tipikor (tindak pidana korupsi) yang sedang ditangani, perlu didalami oleh penyidik sebagai bagian dari kebutuhan penyidikan," kata Harli kepada Tempo lewat aplikasi perpesanan, Jumat, 2 Agustus 2024.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Rabu lalu, JPU membacakan surat dakwaan terhadap tiga terdakwa korupsi pengelolaan tata niaga timah di PT Timah Tbk periode 2015 hingga 2022. Ketiga terdakwa itu adalah Amir Syahbana (Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam pada Dinas ESDM Kepulauan Bangka Belitung periode 2021-2024), Rusbani alias Bani (eks Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung), dan Suranto Wibowo (Kepala Dinas ESDM Kepulauan Bangka Belitung pada 2015-2019).
"Bahwa pada awal 2018, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Alwin Albar, Emil Emirda bersama-sama dengan Harvey Moeis dan Robert Bonosusatya melakukan pertemuan bertempat di Hotel dan Restoran Sofia di Jalan Gunawarman Kebayoran Baru Jakarta Selatan," ujar JPU saat membacakan surat dakwaan.
Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Alwin Albar, dan Emil Emirda merupakan bekas Direksi PT Timah. Ketiganya sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi timah ini. Harvey Moeis, pengusaha sekaligus suami aktris Sandra Dewi, juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Jaksa penuntut umum menyebut persamuhan itu membahas kerja sama sewa peralatan penglogaman antara PT Timah dan PT Refined Bangka Tin. Pada pertemuan itu, Mochtar, Alwin, dan Emil menerima surat penawaran kerja sama smelter dari PT Refined Bangka Tin nomor 058/RBT/ADM/III/2018 berwarkat 28 Maret 2018. Penawaran kerja sama itu tanpa disertai dengan nilai penawaran.
Selanjutnya pada Agustus 2018, Direktur Pengembangan PT RBT--yang juga berstatus tersangka--Reza Andriansyah diberikan template oleh PT Timah. Template itu berupa nilai penawaran sebesar USD 2.100 per 0,5 ton.
"Sehingga seolah-olah penawaran kerja sama peralatan procesing penglogaman timah sebesar USD 2.100 per 0,5 ton tersebut diajukan sejak 28 Maret 2018," ujar jaksa penuntut umum.
Selain membahas mengenai kerja sama sewa peralatan antara PT Timah dan PT Refined Bangka Tin, pertemuan di Gunawarman itu juga menyepakati hal lain. Yakni, untuk melibatkan smelter swasta lain yang ingin kerja sama sewa peralatan penglogaman dengan PT Timah.
Kemudian Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Alwin Albar, Ichwan Aswardi bersama stafnya memproses dan memverifikasi untuk menentukan layak tidaknya perjanjian kerja sama dengan PT Refined Bangka Tin, dan perusahaan swasta lain PT Stanindo Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa.
"Akan tetapi, Divisi Perencanaan Pengendalian Produksi PT Timah Tbk tidak melakukan verifikasi dan kajian secara mendalam terkait kerjasama sewa smelter antara Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Alwin Albar, Emil Emindra, Tamron alias Aon, Suwito Gunawan Alias Awi, Rosalina, dan Fandi Lie alias Fandi Lingga, Hendrie Lie, Robert Indarto, Harvey Moeis dan Robert Bonosusatya," beber jaksa.
Jaksa penuntut umum menyebut ini lantaran Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah saat itu telah menyetujui ketetapan harga dalam kegiatan sewa peralatan peleburan atau pelogaman tersebut.
Pilihan Editor: KemenPPPA Minta Daycare di Depok Milik Influencer Meita Irianty Ditutup, Terbukti Lakukan Penganiayaan Anak