TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Banten mengungkap motif dan modus yang dilakukan Kepala Desa Wanakerta Tumpang Sugian dalam kasus pemalsuan surat tanah di Kampung Saronge, Desa Wanakerta, Kabupaten Tangerang.
Dirreskrimum Polda Banten Ajun Komisaris Besar Dian mengatakan motif dan modus pelaku adalah untuk menguntungkan dirinya sendiri. “Motif tersangka adalah menguntungkan diri sendiri dengan modus membuat atau menggunakan surat yang isinya tidak benar atau palsu untuk proses penerbitan Sertifikat Hak Milik,” ujar Dian dalam keterangan tertulis, Rabu 4 September 2024.
Akibat tindakan tersangka itu, kata Dian, korban mengalami kerugian hingga Rp 2,1 miliar. "Pelapor sekaligus korban Nurmalia mengalami kerugian sebesar Rp 2,1 M,” kata Dian.
Kades Tumpang telah ditangkap dan ditahan di Polda Banten. Dian menjelaskan penangkapan tersangka ini berawal dari laporan korban, Nurmalia pemilik 3 bidang tanah di Kampung Sarongge, Desa Wanakerta, Tangerang yang diduga diserobot kepala desanya sendiri.
Nurmalia mengetahui jika surat kepemilikan tanah seluas 4000 meter persegi itu berganti nama Tumpang ketika mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat tanah melalui program ajudikasi PTSL yang dilaksanakan di Desa Wanakerta pada tahun 2022. "Akan tetapi permohonan sertipikat tersebut tidak terbit sertipikat,” kata Dian.
Pada sekitar Maret 2024, Nurmalia mengajukan permohonan pengukuran ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang terhadap 3 bidang tanah miliknya tersebut. Kemudian dilakukan pengukuran oleh Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB), dengan hasil ternyata 3 bidang tanah tersebut telah terbit Sertipikat Hak milik atas nama Tumpang Sugian yang terbit melalui program ajudikasi PTSL 2022.
Dian menduga proses penerbitan sertifikat menggunakan surat yang isinya palsu. “Diduga proses penerbitan sertipikat hak milik atas nama tersangka TS yang juga menjabat sebagai kepala Desa Wanakerta, menggunakan surat yang isinya tidak benar atau palsu," kata Dian.
Atas perbuatan tersangka, polisi menjerat tersangka dengan pasal 266 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 7 tahun dan atau Pasal 263 dengan ancaman pidana 6 tahun.
Ending, 68 tahun, ayah Nurmalia mengakui jika tanahnya tersebut bernilai cukup tinggi. "Banyak yang nawar diatas Rp 200 ribu permeter, tapi saya tetap tidak mau jual,"ujarnya kepada Tempo.
Ending menuturkan, 3 bidang tanah itu ia kuasai sekitar 14 tahun lalu hasil tukar guling dengan pengembang Intiland. "Lahan saya dibeli Intiland sekarang sudah jadi Mess Lion Air, dan saya meminta ruislag dengan tanah yang diserobot Tumpang itu," kata Ending.
Ia mengaku telah mengenal Tumpang sejak tahun 1982 saat mereka berusia muda. Dia juga kerap membantu Tumpang di setiap pemilihan kepala desa yang diikuti Tumpang sebagai donatur dan tim sukses.
Ending kaget ketika mengetahui Tumpang menyerobot tanahnya dengan cara yang licik. Dia kecewa dan sakit hati dengan sahabatnya itu. "Kalau orangnya saya maafkan, tapi perbuatannya tidak. Makanya tidak ada damai buat kasus ini, kasus hukum harus jalan terus," kata Ending.
Pilihan Editor: Polda Banten Tahan Kades Wanakerta Tangerang karena Kasus Pemalsuan Surat Tanah, 2 Anak Buron