Selain itu, Marimutu juga telah dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Markas Besar Kepolisian RI sejak Juni 2006 silam. Sebelumnya, Kejaksaan Agung menganggap Marimutu adalah obligor yang tidak kooperatif, sehingga kepolisian memandang perlu untuk menangkap Marimutu.
“Marimutu Sinivasan itu memang menjadi DPO, jadi kita akan kejar, kita cari dan tindak lanjuti apa yang diinginkan oleh kejaksaan,” kata Juru Bicara Polri kala itu, Brigadir Jenderal Anton Bachrul Alam, di Mabes Polri, 6 Juni 2006.
Marimutu juga pernah menggugat Kementerian Keuangan pada 30 Desember 2021 untuk memperoleh kepastian nilai utang Texmaco. “Saya memiliki komitmen iktikad baik untuk menyelesaikan kewajiban saya kepada negara,” katanya.
Berdasarkan laporan Majalah Tempo berjudul “Bagaimana Marimutu Sinivasan ke Luar Negri Meski Belum Melunasi Utang BLBI”, masa keemasan Marimutu Sinivasan telah lama berlalu. Sehari-hari dia dikabarkan berkantor di Lantai 15 Centennial Tower, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Di lantai itu terdapat papan nama PT Multikarsa Investama dan Texmaco Group.
Kerajaan bisnis Texmaco dikabarkan tinggal menyisakan sayap perusahaan, di antaranya PT Perkasa Heavyndo Engineering dan PT Texmaco Perkasa Engineering di Jawa Barat. Ia menjadi komisaris di kedua perusahaan itu.
Tatkala krisis keuangan 1997-1998 melanda Indonesia, Texmaco Group menjadi salah satu kelompok bisnis penerima dana talangan BLBI, yang sekarang menjadi utang. Pada Desember 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan utang Texmaco berada di angka Rp 29 triliun dan US$ 80,5 juta.
Saat itu, Satgas BLBI menyita sejumlah aset Texmaco yang ternyata tidak cukup untuk melunasi utang-utangnya. Kemenkeu kemudian mengajukan permohonan pencegahan atas nama Marimutu pada 26 Januari 2022.