Sebelumnya, Marimutu juga pernah melakukan perlawanan terhadap Kementerian Keuangan atas penyitaan aset yang dimilikinya. Kemudian pada Desember 2013, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Marimutu terhadap PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), BNI, dan Kementerian Keuangan.
Pengadilan menyatakan, perjanjian restrukturisasi utang atau Master Restructuring Agreement (MRA) yang diteken pemerintah dan Texmaco pada 23 Mei 2001, tidak sah. “Batal karena merupakan perbuatan melawan hukum,” kata hakim ketua, Muhammad Razzad, pada saat sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 23 Desember 2013.
Selain itu, majelis hakim juga mengabulkan gugatan lainnya, yakni pengembalian aset perusahaan Texmaco dan pengembalian dua perusahaan yang dibentuk pemerintah dan Texmaco, yaitu PT Bina Prima Perdana dan PT Jaya Perkasa Engineering, kepada posisi semula. “Semua yang berdasarkan MRA tersebut tidak sah,” kata Razzad.
Menanggapi putusan itu, PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi. Setelah sekian lama, pada 15 Juni 2023 Kemenkeu menerbitkan surat pemberitahuan sisa utang Texmaco Group sebesar Rp 31,72 triliun dan 3,91 miliar dolar AS.
Lalu pada 25-29 Mei 2024 Marimutu diketahui pergi ke Dubai, Uni Emirat Arab untuk berobat. Marimutu kemudian kembali dicegah ke luar negeri oleh Imigrasi yang berlaku dari 3 Juni 2024 sampai 3 Desember 2024.
Setelah masuk daftar cegah, pada 8 September 2024, Marimutu Sinivasan berhasil ditahan petugas Imigrasi Kalimantan Barat ketika diduga akan melarikan diri ke Kuching, Malaysia melalui melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong.
AYU CIPTA | AGUNG SEDAYU | MAJALAH TEMPO | TEMPO.CO
Pilihan Editor: Hendak Kabur ke Malaysia Lewat Entikong, Bos Texmaco Marimutu Sinivasan Beralasan Mau Berobat