TEMPO.CO, Jakarta - Eko Zuniarto selaku Evaluator Kerja Sama Smelter PT Timah Tbk, mengungkap jumlah uang yang mengalir ke PT Refined Bangka Tin (RBT) beserta perusahaan cangkang atau smelter terafiliasi mencapai Rp 4 triliun. Hal ini disampaikannya pada sidang korupsi timah yang menjerat Harvey Moeis, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta, Direktur Pengembangan PT RBT, Reza Andriansyah.
Dia menyebut ada keterlambatan dalam proses pembayaran dari PT Timah ke PT RBT selama jalannya kemitraan smelter. "Kalau sampai saat kontrak selesai, itu udah semuanya, Yang Mulia. Namun, pada saat berjalan memang sering ada pembayaran yang terlambat," kata Eko Zuniarto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Kamis, 19 September 2024.
Dia menjelaskan untuk biaya sewa smelter PT RBT, PT Timah membayar Rp 69 miliar pada 2018; sebanyak Rp 736 miliar pada 2019; dan pada 2020 sebesar Rp 315 miliar. Sehingga, total uang yang dikeluarkan PT Timah sejak 2018-2020 sebanyak Rp 1,12 triliun untuk sewa smelter.
Selanjutnya, menurut Eko, pada 2018 PT Timah membayar PT RBT untuk bijih timah di Bangka Rp 183,9 miliar dan Rp 103 miliar. Pada 2019, PT Timah kembali membayar bijih timah di Bangka Rp 1,4 triliun dan Rp 341 miliar, begitu juga di tahun berikutnya, perusahaan plat merah ini membayar Rp 531 miliar dan Rp 240 miliar.
PT Timah juga membayar bijih timah di Belitung sebesar Rp 88 miliar dan Rp 41 miliar pada 2018, Rp 680 miliar pada 2019, serta Rp 185 miliar pada 2020. Uang tersebut dibayarkan ke PT RBT.
Kasus tersebut menyeret tiga perwakilan PT RBT sebagai terdakwa, yakni Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT, Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
Harvey didakwa menerima uang Rp 420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp 4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun itu.
Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pilihan Editor: Kompolnas Terus Kumpulkan Bukti Soal Keterlibatan Brigjen Mukti Juharsa Dalam Kasus Korupsi Timah