TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Biro Pengamanan Internal Polri Brigjen Hendra Kurniawan kini resmi bebas bersyarat. Kepala Kelompok Kerja Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Deddy Eduar Eka Saputra mengatakan bahwa selama masa pembebasan bersyarat, Hendra Kurniawan diwajibkan untuk melapor ke Bapas Kelas I Jakarta Selatan.
“Warga binaan atas nama Hendra Kurniawan mendapatkan pembebasan bersyarat berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-468.PK.05.09 tahun 2024,” kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 5 Agustus 2024.
Hendra Kurniawan adalah salah satu dari enam tersangka yang terlibat dalam upaya penghalangan proses hukum dalam kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Irjen Ferdy Sambo pada 2022 silam.
Hendra terbukti bersalah melakukan obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan terkait pengusutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Berikut adalah kilas balik kasus Hendra Kurniawan.
Peran Hendra Kurniawan dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J
Kasus ini bermula pada 8 Juli 2022 ketika Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dibunuh. Pelaku utama dalam rencana pembunuhan ini adalah Ferdy Sambo, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Propam Polri. Pada waktu kejadian, Hendra Kurniawan menjabat sebagai Kepala Biro Paminal Divpropam Polri.
Awalnya, polisi mencoba menutupi kejadian ini. Dalam konferensi pers, Polri menyebutkan bahwa ajudan Ferdy Sambo tewas akibat baku tembak dengan sesama polisi. Namun, setelah serangkaian persidangan, terungkap bahwa Brigadir J sengaja dibunuh dengan cara ditembak.
Hendra Kurniawan sendiri merupakan bawahan langsung Ferdy Sambo dan menjadi salah satu dari dua perwira tinggi Polri yang dihubungi oleh Sambo setelah pembunuhan Brigadir J. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilihat Tempo, Hendra bersama Brigjen Benny Ali, Kepala Biro Provos Polri, mengaku menerima perintah dari Sambo untuk menangani kasus ini di Biro Paminal.
Hendra dan Benny juga diperintahkan untuk mengamankan saksi-saksi dalam kasus tersebut, yaitu Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. Selain itu, Hendra menerima arahan dari Sambo untuk memastikan bahwa kasus pembunuhan Brigadir J tidak terhubung dengan kejadian di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah.
Selain mengamankan CCTV, Hendra juga disebut menemui Samuel Hutabarat, ayah Yosua, dan keluarganya di Muaro Jambi, Jambi. Menurut Pengacara Keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, Hendra saat itu datang dengan belasan anggota Polri dan menyekap keluarga Samuel di dalam rumah.
Hendra disebut memaksa keluarga Samuel untuk menerima saja kronologi kematian palsu yang diciptakan Sambo. Hendra juga sempat menolak permintaan keluarga agar membuka peti jenazah hingga permintaan agar Yosua dimakamkan secara kedinasan.
Perintah penghapusan rekaman oleh Ferdy sambo
Dalam persidangan, Hendra mengakui bahwa Ferdy Sambo memerintahkannya untuk menyisir CCTV di rumah dinas pada hari kematian Brigadir Yosua. Hendra kemudian berkoordinasi dengan AKBP Ari Cahya Nugraha dari Dittipidum Bareskrim Polri.
Sehari kemudian, Hendra meminta Agus Nurpatria untuk menghubungi Ari. Agus menginstruksikan Irfan Widyanto untuk menyisir CCTV tersebut. Hendra, Agus, dan Irfan bertemu di rumah dinas Sambo, di mana Irfan melaporkan adanya 20 kamera keamanan.
Hendra lalu memerintahkan Agus dan Irfan untuk mencopot dua CCTV, yaitu di rumah dinas Kasatreskrim Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit dan di dekat lapangan basket. Irfan kemudian mencopot CCTV beserta DVR-nya dan menyerahkannya kepada Chuck Putranto, anak buah Hendra.
Adapun penghapusan rekaman CCTV tersebut dilakukan oleh anak buah Hendra, Kombes Agus Nurpatria, bersama AKP Irfan Widyanto, Kepala Sub Unit I Subdirektorat I Dittipidum Bareskrim Polri.
Hendra Kurniawan Terbukti Menghalangi Penyidikan
Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria kemudian menjadi terdakwa dalam kasus obstruction of justice karena diduga membelokkan penyelidikan kematian Brigadir J di rumah Ferdy Sambo. Mereka juga didakwa terlibat dalam upaya menghilangkan bukti berupa rekaman CCTV di sekitar rumah dinas Sambo.
Atas kasus tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit mencopot Irjen Ferdy Sambo dan dua jenderal bintang satu, Brigjen Hendra Kurniawan dan Brigjen Benny Ali dari jabatannya masing-masing. Mereka diberi posisi sebagai Perwira Tinggi Pelayanan Markas (Pati Yanma) Polri.
Listyo mengumumkan keputusan tersebut pada Kamis, 4 Agustus 2022. Dia menyatakan keputusan itu terkait dengan kematian Brigadir J. "Malam ini saya keluarkan surat telegram khusus untuk memutasi dan tentunya harapan saya penanganan tindak pidana terkait dengan meninggalnya Brigadir Yosua ke depan akan berjalan baik," kata Listyo Sigit dalam konferensi pers di Mabes Polri.
Majelis Hakim pun memvonis Hendra Kurniawan 3 tahun penjara dengan denda Rp 27 juta. "Menyatakan terdakwa dengan pidana selama tiga tahun dengan denda Rp 27 juta," ujar Ketua Majelis Hakim Ahmad Suhel dalam sidang Senin, 27 Februari 2023, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Selain Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, terdapat empat anggota Polri lainnya yang ikut terseret ke meja hijau karena perkara obstruction of justice ini. Mereka adalah Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto. Kasus ini juga menyebabkan puluhan anggota Polri lainnya harus mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dan tertulis hingga Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
RIZKI DEWI AYU | TIM TEMPO
Pilihan Editor: Kakak Kandung Gazalba Saleh Jadi Saksi dalam Sidang Korupsi Tanpa Disumpah