TEMPO.CO, Jakarta - Sub Direktorat Harta Benda dan Bangunan Tanah (Harda dan Bangtah) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Banten menangkap kepala desa Wanakerta, Tumpang Siagiaan. Tumpang ditangkap atas dugaan pemalsuan sertifikat tanah.
"Atas kasus membuat surat atau dokumen tanah tidak benar atau surat palsu," ujar Kasubdit II Harda dan Bangda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Banten Ajun Komisaris Besar Mirodin kepada Tempo, Selasa 3 September 2024.
Menurut Mirodin, Tumpang ditangkap pada Senin malam 2 September 2024 tanpa perlawanan. Saat ini, Tumpang ditahan di Polda Banten. Penangkapan Tumpang ini, kata Mordin, merupakan rangkaian hasil penyelidikan polisi atas laporan warga bernama Nurmalia. Warga Desa Wanakerta itu melaporkan kepala desanya sendiri ke Polda Banten karena mengklaim tanah seluas 2000 meter yang Akta Jual Beli atau AJB-nya atas nama orang tua Nurmalia.
Bermodalkan dokumen palsu dan sertipikat tanah palsu, Tumpang menguasai tanah milik orang tua Nurmalia di Desa Wanakerta seluas 2000 meter. Kemudian tanah itu dijual Tumpang ke pengembang perumahan.
Tidak terima tanahnya diserobot, Nurmalia dan keluarganya melaporkan Tumpang ke Polda Banten pada 2023 lalu. " Kami melakukan penyelidikan, pemeriksaan saksi saksi, alat bukti, gelar perkara naik sidik hingga penetapan tersangka,"kata Mirodin. Setelah penetapan tersangka, penyidik kemudian menangkap Tumpang.
Sebelumnya, dua anak Tumpang yaitu Mochamad Solihin dan Saeful terjerat kasus yang sama. Polda Banten hingga kini masih memburu Solichin dan Saeful yang telah ditetapkan sebagai buron atau daftar pencarian orang (DPO).
Mohammad Solichin Bin Tumpang Sugian merupakan pengusaha dan mantan kepala Desa Sindang Asih. Dia sempat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2024, namun gagal. Adapun Saeful kini menjabat sebagai Sekretaris Desa Wanakerta.
Pengumuman DPO Solichin dan Saeful yang dikeluarkan Polda Banten telah beredar luas. Dalam pengumuman disertai foto dan data diri kedua orang itu, disebutkan jika Solichin dan Saeful diduga terlibat pemalsuan sertifikat atau pemalsuan akta otentik serta menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik. Mereka dinilai melanggar pasal Pasal 263, 264 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.